Kasus Keracunan MBG, Puguh DPRD Jatim Desak Evaluasi Total

Kasus Keracunan MBG, Puguh DPRD Jatim Desak Evaluasi Total
Ilustrasi Makan Bergizi Gratis yang berulangkali menimbulkan keracunan bagi siswa di berbagai daerah tak terkecuali di Jatim. Hal ini membuat anggota DPRD Jatim Puguh meminta adanya evaluasi total program MBG (io)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Timur diwarnai kasus keracunan makanan basi. Anggota DPRD Jatim desak penghentian sementara dan evaluasi total untuk tata kelola dan kualitas gizi demi keselamatan siswa.

INDONESIAONLINE – Niat mulia untuk memenuhi asupan gizi anak bangsa terancam cacat oleh implementasi yang keropos. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan tajam setelah sejumlah kasus keracunan makanan basi menimpa siswa, termasuk di beberapa wilayah Jawa Timur. Insiden terbaru di Kota Batu, yang menyebabkan siswa keracunan, bukan hanya mengecewakan namun juga memicu desakan serius dari legislatif.

Puguh Wiji Pamungkas, anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, menyatakan keprihatinan mendalam atas terulangnya kasus keracunan ini.

“Peristiwa keracunan usai menyantap MBG terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia, dan di Jawa Timur juga terjadi di beberapa kabupaten/kota. Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat yang memiliki program ini, untuk mengevaluasi secara serius,” tegas Puguh, Minggu (28/9/2025).

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2024, kasus keracunan makanan di sekolah secara nasional mengalami peningkatan sebesar 15% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan insiden terkait program bantuan pangan menyumbang proporsi signifikan.

Di Jawa Timur sendiri, data Dinas Kesehatan Provinsi menunjukkan bahwa dalam semester pertama 2025, terdapat setidaknya lima laporan kasus keracunan makanan massal di lingkungan sekolah yang terindikasi berkaitan dengan program serupa, termasuk kasus di Banyuwangi, Malang, dan kini Kota Batu.

Desakan Puguh tidak main-main. Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jatim ini mendesak agar pemerintah pusat segera menghentikan sementara program MBG. Tujuannya jelas: mencegah insiden serupa terulang dan memberi ruang untuk evaluasi komprehensif.

“Saya mendorong untuk paling tidak ini di-stop dulu program ini, lalu kemudian pemerintah pusat mengevaluasi secara serius. Kemudian menyiapkan betul proses penyiapan sampai distribusi MBG ini,” tuturnya.

Antara Cita-cita Mulia dan Realitas Pilu

Puguh mengakui bahwa secara konsep, MBG memiliki cita-cita luhur untuk meningkatkan status gizi anak-anak Indonesia, terutama di daerah-daerah dengan prevalensi stunting atau kekurangan gizi yang masih tinggi. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,5%, dengan beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur menunjukkan angka di atas rata-rata nasional. Program seperti MBG diharapkan dapat menjadi intervensi efektif.

Namun, realitas di lapangan justru berbanding terbalik. “Ini justru malah anak-anak keracunan, menimbulkan traumatik yang begitu luar biasa, bukan hanya kepada anak-anak yang trauma, tetapi juga orang tua, saya yakin juga pasti akan trauma,” ujar Puguh prihatin.

Trauma akibat keracunan makanan dapat berdampak jangka panjang pada psikologis anak dan kepercayaan orang tua terhadap program pemerintah.

Mendesak Perbaikan Tata Kelola SPPG

Sorotan tajam diarahkan pada tata kelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi ujung tombak di lapangan. Puguh mendorong adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, ketat, dan transparan. Evaluasi harus mencakup aspek higienitas, klasifikasi, dan kualifikasi bahan baku yang digunakan, sesuai dengan standar gizi dan keamanan pangan.

“Maka menurut saya perlu diberhentikan programnya dalam kurun waktu beberapa waktu, sambil dievaluasi, sambil kemudian disiapkan betul. Jadi jangan sampai SPPG ini hanya sekadar menyiapkan makan tetapi tidak dikaji seberapa besar nilai gizi yang terkandung di dalam makanan tersebut,” tandasnya.

Ancaman terbesar dari program yang buruk adalah pemborosan anggaran negara. “Programnya bagus, niatnya bagus, tetapi kalau tidak diimbangi dengan implementasi dan tata kelola yang baik, saya pikir ini akan menjadi program yang hambur-hambur uang saja. Hambur-hambur uang negara yang cukup fantastis anggarannya,” pungkas Puguh.

Anggaran fantastis yang dialokasikan untuk program MBG, jika tidak dikelola dengan baik, hanya akan menjadi sia-sia dan justru merugikan masyarakat. Evaluasi menyeluruh dan perbaikan tata kelola adalah kunci untuk memastikan cita-cita mulia MBG tercapai tanpa mengorbankan keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia (mbm/dnv).