Kisah Santri NSR: Selamat dari Reruntuhan Musala Al Khoziny

Kisah Santri NSR: Selamat dari Reruntuhan Musala Al Khoziny
NSR (16) santri Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo (kanan) yang selamat dari insiden musala ambruk (jtn/io)

Kisah NSR (16), santri Ponpes Al Khoziny, selamat dari musala ambruk di Sidoarjo. Mengungkap detik-detik mengerikan, trauma, dan harapan melanjutkan pendidikan.

INDONESIAONLINE – Detik-detik mengerikan terekam jelas dalam ingatan NSR (16), seorang santri Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Pada Senin (29/9/2025) sore, musala berlantai empat yang menjadi tempatnya salat berjemaah, tiba-tiba ambruk.

Di tengah kepanikan dan debu reruntuhan, santri asal Kedungkandang, Kota Malang, ini berhasil menyelamatkan diri dengan merangkak di bawah timbunan puing. 

Saat ditemui di rumahnya beberapa hari kemudian, NSR, siswa kelas III MA, menceritakan kembali peristiwa nahas yang terjadi sekitar pukul 15.00 WIB, tepat saat salat Ashar memasuki rakaat ketiga.

“Waktu itu pas lagi ngecor di atas, nah di bawah sedang salat. Waktu rakaat ketiga belum selesai ada yang jatuh di atas kayak bambu, lama-lama kayak gempa,” kenangnya, Jumat (3/10/2025), dengan nada suara yang masih mengandung getar trauma.

Detik-detik Mencekam di Bawah Reruntuhan

NSR yang saat itu berada di bagian tengah kanan saf salat, tak menyangka musala tempatnya biasa beribadah akan runtuh secepat itu. Instingnya mendorong untuk lari, namun kecepatan ambruknya bangunan tak sebanding dengan langkahnya.

“Waktu lari kena seperti asbes dari atas, kena kepala terus tangan kena besi cor. Ambruknya dari pinggir dan banyak juga yang ikut lari,” jelasnya terbata-bata.

Ia terjebak di bawah reruntuhan selama kurang lebih tiga puluh menit. Di tengah kegelapan dan desakan puing, ia bahkan menyaksikan rekannya berinisial M kejang-kejang tertimpa bangunan.

“Saya panik lihat teman saya kejang, mau saya tolong akhirnya dia duduk dan saya ajak keluar, keluarnya tiarap-tiarap,” papar NSR, menggambarkan perjuangan untuk keluar.

Ia berhasil lolos, namun banyak santri lain yang masih terjebak karena musala penuh saat itu.

Trauma dan Harapan untuk Kembali

Pasca-evakuasi, NSR segera mendapatkan pertolongan dan perawatan. Beruntung, ia tidak mengalami luka serius dan berhasil ditemukan orang tuanya pada Senin malam. Namun, kejadian itu meninggalkan luka psikologis yang mendalam.

“Sampai sekarang saya trauma, takut, dan kaget,” aku NSR.

Meski demikian, semangat untuk melanjutkan pendidikan di pesantren tetap membara. “Tapi masih mau kembali ke sana karena masih sekolah, sayang kalau tidak diteruskan,” ujarnya penuh tekad.

Sang ayah, Sunardi (44), tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Mendengar kabar musala ambruk, ia langsung bergegas ke lokasi. “Saya dikabari teman-teman bahwa ada pondok ambruk. Saat itu juga saya langsung ke sana. Sampai di pondok saya cari-cari sendiri anak saya Alhamdulillah ketemu. Setelah Isya saya bawa pulang,” tutur Sunardi.

Ia pun mendukung penuh keinginan anaknya untuk kembali. Baginya, pendidikan di pondok harus dituntaskan. “Iya anak saya harus tetap semangat di sana. Pasti kembali lagi ke sana tapi sampai sekarang belum ada info kapan harus kembali,” imbuh Sunardi.

Sorotan pada Keselamatan Bangunan Institusi Pendidikan

Peristiwa ambruknya musala di Ponpes Al Khoziny ini kembali menyoroti pentingnya standar keselamatan dan kelayakan konstruksi pada bangunan-bangunan publik, khususnya institusi pendidikan.

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kasus kegagalan konstruksi memang cenderung fluktuatif, namun setiap insiden berpotensi menimbulkan kerugian besar, baik materiil maupun korban jiwa. Studi yang dilakukan Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman pada tahun 2022 menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama kegagalan struktur adalah perencanaan yang kurang matang dan pelaksanaan yang tidak sesuai standar.

Tragedi ini menjadi pengingat bagi seluruh pihak terkait, mulai dari pengelola institusi, kontraktor, hingga pemerintah, untuk memastikan bahwa setiap bangunan, terutama yang menampung banyak orang seperti musala dan asrama, memenuhi standar keselamatan konstruksi yang ketat.

Audit bangunan secara berkala dan penegakan regulasi yang tegas mutlak diperlukan demi mencegah terulangnya insiden serupa di masa mendatang. Kisah keberanian NSR menjadi simbol harapan, sekaligus seruan untuk perhatian lebih terhadap keselamatan lingkungan belajar (hs/dnv).