Misteri Chicago Rat Hole Terpecahkan

Misteri Chicago Rat Hole Terpecahkan
Bentuk tubuh hewan yang tercetak di beton di Chicago yang dkenal sebagai Chicago Rat Hole (WinslowDumaine/X)

Chicago Rat Hole yang viral ternyata jejak tupai, bukan tikus! Sains mengungkap kebenaran di balik fenomena trotoar ini.

INDONESIAONLINE – Selama berbulan-bulan, sebuah jejak misterius menyerupai tubuh tikus yang terukir di trotoar Chicago telah memikat warga lokal dan warganet global, memicu spekulasi yang riuh. Dikenal luas sebagai “Chicago Rat Hole,” banyak yang meyakini jejak itu adalah hasil ulah seekor tikus malang yang terperosok ke semen basah.

Namun, kini, tirai misteri itu tersingkap berkat intervensi sains, dan hasilnya mengejutkan sekaligus menggemaskan: pelakunya adalah seekor tupai.

Studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Biology Letters (Volume 21, Issue 24, Mei 2024, DOI: 10.1098/rsbl.2024.0116) oleh sekelompok ilmuwan, secara definitif menyatakan bahwa jejak viral tersebut bukanlah buatan tikus cokelat (Rattus norvegicus), melainkan tupai abu-abu timur (Sciurus carolinensis).

“Analisis kami secara tegas menunjukkan bahwa ‘Chicago Rat Hole’ sangat tidak mungkin dibuat oleh tikus cokelat,” tulis para peneliti. “Panjang kaki depan, jari ketiga, dan telapak belakang yang terekam pada cetakan lebih konsisten dengan morfologi tupai abu-abu.”

Dengan kata lain, makhluk yang dijuluki netizen sebagai “Splatatouille”—plesetan dari film “Ratatouille”—ternyata adalah seekor tupai yang, puluhan tahun lalu, mengalami nasib nahas terpeleset ke semen basah. Temuan ini tidak hanya memecahkan teka-teki urban, tetapi juga menyoroti bagaimana sains dapat menerangi fenomena budaya populer.

(JunLpermode/Wikimedia Commons, CC0)

Dari Fenomena Viral ke Objek Ilmiah

Kisah “Chicago Rat Hole” meledak pada Januari 2024, setelah foto jejak tersebut muncul di media sosial X (sebelumnya Twitter) dan dengan cepat menyebar. Tak butuh waktu lama, jejak ini bertransformasi menjadi semacam “tempat ziarah kota” dadakan, dengan warga dan wisatawan meninggalkan persembahan unik seperti koin, bunga, hingga sekantong kecil pil estrogen—sebuah cerminan humor urban yang khas Chicago.

Namun, kebahagiaan yang membunuh ini berakhir sementara pada April 2024, ketika Dinas Perhubungan Chicago memutuskan untuk memindahkan potongan trotoar bersejarah itu ke gedung City Hall-County Building untuk alasan konservasi, seperti yang dilansir oleh Kompas.id. Meskipun fisiknya telah berpindah, misteri di balik identitas pembuat jejak tetap menggantung, mendorong para ilmuwan untuk turun tangan.

Analisis Cermat: Antara Tikus dan Tupai

Mengingat beton asli kini tersimpan, para peneliti memanfaatkan 25 foto yang tersedia secara daring, yang dilengkapi dengan skala pembanding seperti koin atau alat ukur. Mereka kemudian membandingkan dimensi jejak tersebut dengan ukuran rata-rata delapan spesies pengerat yang umum ditemukan di Chicago, termasuk tikus cokelat, tikus rumah (Mus musculus), bajing tanah (Tamias striatus), dan berbagai jenis tupai.

Hasilnya sangat akurat: menggunakan model klasifikasi dengan akurasi 93,5 persen, para ilmuwan menemukan bahwa cetakan tersebut memiliki kemungkinan 98,67 persen berasal dari tupai abu-abu timur atau tupai rubah (Sciurus niger). Peluangnya nyaris seimbang, dengan 50,67 persen untuk tupai abu-abu dan 48 persen untuk tupai rubah.

Beberapa bukti pendukung semakin memperkuat kesimpulan ilmiah ini. Pertama, semen trotoar umumnya dituangkan di siang hari—waktu di mana tupai sangat aktif—berbanding terbalik dengan tikus yang cenderung nokturnal. Kedua, tidak ditemukan jejak kaki di sekitar cetakan, mengindikasikan bahwa hewan tersebut jatuh langsung—splat—dari atas, kemungkinan besar dari pohon di dekatnya.

Fakta menarik lainnya: tupai yang hidup di perkotaan diketahui lebih sering jatuh dibandingkan kerabatnya di hutan. Penelitian sebelumnya, seperti yang ditunjukkan dalam studi tentang ekologi urban, mengindikasikan bahwa tupai perkotaan memiliki tingkat cedera akibat jatuh hingga 4,5 kali lebih tinggi.

Ini semakin memperkuat hipotesis bahwa si tupai ini adalah “korban gravitasi perkotaan.” Adapun absennya jejak ekor panjang dan berbulu pada cetakan bukanlah masalah; para ilmuwan menjelaskan bahwa bulu ekor tupai terlalu ringan untuk meninggalkan bekas yang jelas di semen basah.

“Beton trotoar bukanlah medium yang ideal untuk mengabadikan fitur biologis halus seperti rambut,” terang mereka.

Berdasarkan data populasi hewan di wilayah tersebut, tupai abu-abu timur dianggap sebagai kandidat paling kuat sebagai “seniman” di balik jejak ini. Oleh karena itu, para peneliti mengusulkan agar monumen viral ini secara resmi diganti namanya menjadi “Windy City Sidewalk Squirrel”—Tupai Trotoar Khas Chicago.

Lebih dari sekadar memecahkan teka-teki lucu, penelitian ini adalah contoh brilian bagaimana rasa ingin tahu publik dan metode ilmiah dapat berpadu.

“Meskipun kesimpulan populer bahwa lubang itu dibuat oleh tikus mungkin salah, penalaran di baliknya menunjukkan logika induktif yang patut diapresiasi,” tulis para peneliti.

Mereka menambahkan bahwa sains tidak harus selalu serius dan penuh jargon. Kadang, ia lahir dari rasa ingin tahu terhadap hal-hal sederhana di sekitar kita—seperti jejak misterius di trotoar yang ternyata milik seekor tupai malang.