Temuan PPATK soal dana bansos untuk terorisme memicu alarm. Banser serukan usut tuntas & sinergi data BNPT-Kemensos untuk tutup celah keamanan nasional.
INDONESIAONLINE – Lonceng peringatan keamanan nasional berbunyi nyaring. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengendus adanya aliran dana bantuan sosial (bansos) untuk mendanai kegiatan terorisme bukan sekadar isu, melainkan sebuah ancaman nyata yang menuntut respons cepat dan terukur.
Satuan Koordinasi Nasional (Satkornas) Banser, melalui Detasemen Khusus (Densus) 99, menyerukan investigasi mendalam untuk menutup celah berbahaya ini.
Temuan ini membuka kotak pandora mengenai dilema program jaring pengaman sosial. Di satu sisi, bansos adalah instrumen negara untuk menopang warga miskin, namun di sisi lain, kerentanannya dieksploitasi oleh jaringan radikal untuk menopang agenda destruktif mereka.
Dilema Pedang Bermata Dua: Bansos dan Ancaman Keamanan
Kadensus 99 Satkornas Banser, Ahmad Bintang Irianto, menegaskan bahwa temuan PPATK harus dianggap sebagai prioritas utama. “Laporan ini harus diusut tuntas demi menjaga integritas program bansos serta mencegah potensi ancaman keamanan nasional,” ujarnya.
Ancaman ini menjadi semakin signifikan jika melihat skala program bansos. Pemerintah, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, mengalokasikan dana perlindungan sosial sebesar Rp496,8 triliun. Angka fantastis ini, jika bocor meski hanya sebagian kecil, dapat menjadi bahan bakar signifikan bagi sel-sel teror.
Senada dengan itu, Wakadensus 99 Banser, Sofyan Ardiansyah, mengingatkan bahwa ancaman terorisme di Indonesia masih laten.
“Di tengah hingar bingar isu global dan nasional, kita harus sadar bahwa gerakan bawah tanah yang terkait terorisme di Indonesia masih tetap ada,” tegas Sofyan di Surabaya.
Tepat Sasaran Belum Tentu Tepat Guna
Sofyan Ardiansyah memberikan analisis tajam yang membedakan dua aspek krusial: ketepatan sasaran dan ketepatan guna. Menurutnya, Kementerian Sosial (Kemensos) secara administratif telah bekerja sesuai prosedur dalam menyalurkan bantuan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdata.
“Kita harus objektif. Menurut kami, Kemensos telah melaksanakan program sesuai aturan. Tidak ada yang salah dari bansos yang disalurkan secara administratif,” jelasnya.
Namun, persoalan muncul setelah dana tersebut sampai di tangan penerima. “Pemerintah sudah berupaya maksimal agar bansos tepat sasaran. Tapi yang perlu ditekankan adalah ketepatan guna. Ini yang sering tidak maksimal di lapangan,” tambah Sofyan.
Monitoring penggunaan dana oleh jutaan KPM menjadi tantangan mahaberat yang membuka celah penyalahgunaan.
Ia pun meluruskan narasi berbahaya yang bisa muncul. “Jangan sampai muncul bola liar bahwa gara-gara bansos, terorisme tumbuh. Itu logika yang keliru. Yang terjadi adalah penyalahgunaan oleh oknum, bukan kesalahan programnya,” tegasnya.
Sinergi Data: Kunci Menutup Celah Pendanaan
Sebagai solusi konkret, Banser mendorong penguatan sinergi lintas lembaga sebagai benteng pertahanan utama. Forum seperti Rapat Koordinasi Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) harus dioptimalkan untuk memperdalam profiling penerima bansos.
Solusi ini sejalan dengan data konkret dari lembaga terkait. Berdasarkan laporan PPATK dalam “Hasil Analisis dan Evaluasi Transaksi Keuangan Mencurigakan TPPT” tahun 2023, teridentifikasi transaksi mencurigakan senilai Rp88,66 miliar yang diduga terkait pendanaan terorisme. Angka ini menunjukkan bahwa aliran dana tersebut nyata dan terdeteksi.
“Saya yakin lembaga seperti BNPT, BIN, BAIS, dan Polri memiliki data valid terkait jaringan terorisme, termasuk sel tidur dan pendanaannya. Jika Kemensos bisa berkolaborasi dengan mereka, maka penyaluran bansos akan lebih tepat sasaran dan tepat guna,” tutur Sofyan.
Kolaborasi ini bisa berbentuk penyilangan data (cross-referencing) antara Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemensos dengan daftar individu atau kelompok berisiko tinggi yang dimiliki oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan aparat intelijen. Dengan demikian, penyaluran bantuan dapat diantisipasi agar tidak jatuh ke tangan yang salah.
Banser berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah. “Diminta atau tidak, kami tetap berupaya memberikan sistem peringatan dini dan deteksi awal terhadap berbagai potensi ancaman. Semua ini demi mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 yang aman dan sejahtera,” pungkas Sofyan. (mbm/dnv).