Beranda

Amarah di Senayan: Protes Tunjangan DPR Meledak Tanpa Komando

Amarah di Senayan: Protes Tunjangan DPR Meledak Tanpa Komando
Demo masyarakat di depan Gedung DPR RI yang dihalau petugas keamanan. Demo DPR yang bergerak tanpa nakhoda, tanpa mobil komando, tanpa orator ulung, dan tanpa koordinator lapangan yang jelas dihadang aparat dengan Barracuda dan mobil water cannon (Ist)

Analisis mendalam kericuhan aksi tolak tunjangan fantastis DPR di Senayan pada 25 Agustus 2025. Protes spontan tanpa koordinator ini melibatkan pelajar dan direspons water cannon.

INDONESIAONLINE – Langit Senayan yang semula tenang berubah menjadi panggung amarah publik pada Senin (25/8/2025) siang. Aksi unjuk rasa yang menentang kenaikan tunjangan fantastis bagi anggota dewan di depan kompleks Gedung DPR/MPR/DPD RI pecah menjadi kericuhan. Uniknya, gelombang protes kali ini bergerak tanpa nakhoda—tanpa mobil komando, tanpa orator ulung, dan tanpa koordinator lapangan yang jelas.

Di tengah lautan massa yang bergejolak, terselip wajah-wajah belia. Puluhan pelajar berseragam putih abu-abu ikut larut dalam barisan, pemandangan yang memaksa Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Susatyo Purnomo Condro, mengeluarkan imbauan tegas.

“Yang kurang dari 18 tahun silakan meninggalkan lokasi,” seru Kombes Susatyo melalui pengeras suara, seperti dikutip dari Antara, Senin (25/8/2025). Imbauan itu tenggelam oleh deru massa yang kian tak terkendali.

Protes Tanpa Nakhoda, Ledakan Spontanitas Publik

Kericuhan bermula dari sebuah anomali. Berbeda dari demonstrasi pada umumnya yang terorganisir, massa kali ini bergerak layaknya air bah—spontan dan sulit diprediksi. Tanpa arahan dari mobil komando, sekelompok massa mencoba merangsek maju, menembus barikade aparat keamanan.

Upaya polisi menghalau pelajar agar menjauh dari titik rawan justru sia-sia. Beberapa kelompok massa malah “menjemput” para pelajar itu, menarik mereka lebih dalam ke pusaran konflik. Suasana yang tadinya senyap dari orasi politik seketika berubah mencekam saat massa mulai mengguncang pagar Gedung Parlemen.

Menurut Dr. Aria Budi, Pengamat Politik dari Pusat Studi Demokrasi Indonesia (PSDI), fenomena “protes tanpa pemimpin” ini adalah sinyal bahaya bagi pemerintah.

“Ini bukan lagi sekadar demonstrasi, ini adalah letupan frustrasi kolektif yang tak lagi bisa diwadahi oleh organisasi masyarakat sipil atau BEM sekalipun. Ketika publik merasa kanal aspirasi formal tersumbat dan elite politik tuli, mereka akan menciptakan jalannya sendiri. Ini jauh lebih berbahaya karena tidak ada pihak yang bisa diajak berdialog,” jelas Dr. Aria saat dihubungi terpisah.

Akar Amarah: Tunjangan di Tengah Kesulitan Ekonomi

Pemicu utama kemarahan publik adalah pengesahan kenaikan sejumlah tunjangan bagi anggota dewan yang dinilai tidak peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Data dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) yang dirilis pekan lalu menunjukkan beberapa poin krusial:

  • Kenaikan Tunjangan Komunikasi Intensif: Naik sebesar 80% dari alokasi sebelumnya, dengan dalih peningkatan interaksi digital dengan konstituen.

  • Dana Aspirasi Tambahan: Penambahan alokasi dana aspirasi per anggota yang mekanismenya dianggap kurang transparan.

  • Anggaran Perawatan Rumah Jabatan: Peningkatan anggaran hingga 120% yang mencakup renovasi dan pengadaan perabot baru.

“Di saat pemerintah masih menyerukan efisiensi anggaran dan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih, DPR justru memanjakan diri dengan fasilitas mewah. Ini melukai rasa keadilan publik secara fundamental,” ujar Budi Santoso, Koordinator Advokasi FITRA.

Water Cannon dan Batu Melayang

Puncak kericuhan terjadi saat aparat menembakkan water cannon untuk membubarkan massa yang terus merangsek. Respons massa tak kalah keras. Hujan batu dan botol air mineral menghujani barisan polisi, memicu bentrokan terbuka.

Kendaraan taktis seperti Barracuda dan mobil water cannon disiagakan penuh. Aparat bahkan terpaksa memukul mundur massa dari atas jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dijadikan titik untuk melemparkan benda-benda keras.

Puing-puing batu, pecahan kaca, dan sisa-sisa proyektil gas air mata berserakan di sepanjang Jalan Gatot Subroto, menjadi saksi bisu bentrokan tersebut. Sejumlah demonstran, termasuk beberapa yang diduga provokator, diamankan oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan.

Hingga sore hari, situasi berangsur kondusif meski aparat keamanan masih berjaga ketat. Insiden ini meninggalkan pertanyaan besar: apakah ini puncak dari akumulasi ketidakpuasan, atau hanya awal dari gelombang protes yang lebih besar? Yang jelas, Senayan hari ini menunjukkan bahwa kesabaran publik ada batasnya, dan ketika batas itu terlewati, amarah bisa meledak tanpa perlu komando (bn/dnv).

Exit mobile version