INDONESIAONLINE – Kasus penganiayaan asisten rumah tangga (ART) berinisial HNF (21) yang dipicu kematian hewan peliharaan di Kecamatan Sukun, Kota Malang berujung pada pengungkapan bisnis ilegal penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).
Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap setelah HNF melaporkan penganiayaan yang dialaminya.
“Korban HN telah mengaku dianiaya, dipukul, dan mengalami trauma psikis hingga dirawat di RSUD dr. Saiful Anwar,” ujar Nanang dalam jumpa pers di depan Aula Sanika Satyawada, Jumat (15/11/2024).
Polisi melakukan penyelidikan intensif dan memeriksa 47 saksi. Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan dua tersangka, yaitu HNR (45), penanggung jawab tempat penampungan CPMI, dan DPP (37), kepala cabang PT NSP Nusa Sinar Perkasa wilayah Malang.
Nanang menjelaskan, 47 saksi yang diperiksa merupakan CPMI yang mendaftar dan dilatih di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Tangerang. Setelah tiga bulan pelatihan, mereka dikembalikan ke tempat tinggal yang disediakan oleh HNR atau cabang PT NSP Nusa Sinar Perkasa.
“Terungkap adanya kekerasan fisik dan psikis yang dialami CPMI. Penyebabnya beragam, mulai dari pelanggaran aturan di tempat penampungan hingga kematian hewan peliharaan milik salah satu tersangka,” ungkap Nanang.
Polisi menggerebek dua tempat penampungan CPMI ilegal milik PT NSP Nusa Sinar Perkasa yang berlokasi di Kecamatan Sukun pada Jumat (8/11/2024). Penggerebekan itu berhasil mengamankan 41 CPMI.
Saat ini, 13 CPMI dititipkan di Rumah Aman Dinas Sosial Kota Malang, sedangkan 28 lainnya telah dikembalikan ke rumah masing-masing.
“PT NSP Nusa Sinar Perkasa beroperasi sejak Februari 2024. Kami masih mendalami kasus ini dan akan memeriksa pihak LPK di Tangerang,” kata Nanang.
Atas perbuatannya, HNR dijerat Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dan atau Pasal 69 dan atau Pasal 71 UU RI No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara DPP dijerat Pasal 2 UU RI No 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dan atau Pasal 69 dan atau Pasal 71 UU RI No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman 15 tahun penjara.
HNR mengakui bahwa sejumlah CPMI yang ditampungnya telah diberangkatkan ke Hong Kong, namun ia lupa jumlahnya.