Beranda

Geger Santri Malang, Pengacara: Video Klarifikasi Itu Hoax!

Geger Santri Malang, Pengacara: Video Klarifikasi Itu Hoax!
Tangkapan layar video klarifikasi santri yang diduga dianiaya pengasuhnya menggunakan kayu rotan pada salah satu Ponpes di Malang yang beredar di media sosial. (Foto: Istimewa)

Kuasa hukum korban penganiayaan santri di Ponpes Malang membantah keras video klarifikasi yang viral. Sebut video itu hoax dan fitnah, sementara bukti visum menunjukkan luka parah. Kasus kini naik sidik.

INDONESIAONLINE – Perang narasi di media sosial meletus seputar kasus dugaan penganiayaan santri di sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Pakisaji, Kabupaten Malang. Di tengah proses hukum yang berjalan, sebuah video klarifikasi muncul, mencoba meredam isu.

Namun, bagi tim kuasa hukum korban, video itu justru menyalakan api baru. Mereka menyebutnya “hoax dan fitnah” yang sengaja disebar untuk mengaburkan fakta.

Amelia Reza, salah satu kuasa hukum yang mengawal korban ADR (14), tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Baginya, upaya klarifikasi yang beredar adalah sebuah sangkalan telak terhadap bukti-bukti nyata yang telah dipegang penyidik Polres Malang.

“Jadi itu jauh api dari panggang, tidak sesuai. Itu yang namanya hoaks dan itu juga fitnah di dalam konten (klarifikasi) yang dimuat. Kalau yang saya sampaikan ini adalah fakta,” tegas Amelia Reza saat dihubungi.

Kuasa Hukum: Jauh Api dari Panggang, Itu Hoax dan Fitnah

Polemik ini bermula dari dua video yang kontras. Video pertama yang viral menunjukkan seorang santri dipukul dengan rotan di bagian kaki. Video berikutnya menampilkan kondisi kaki seorang santri yang penuh luka memar, bahkan beberapa di antaranya nyaris membusuk. Publik pun geram.

Tak lama, muncul video tandingan. Seorang santri mengaku sebagai sosok yang dipukul dalam video pertama. Ia membenarkan adanya pemukulan, namun mengklaim tidak mengalami luka parah seperti yang digambarkan. Video klarifikasi inilah yang disorot tajam oleh tim kuasa hukum.

Menurut Amelia, video klarifikasi itu adalah upaya putus asa untuk menyangkal kebenaran. Ia menduga video itu sengaja dibuat untuk menggiring opini publik dan mendelegitimasi laporan yang telah mereka buat.

“Kalau mau mengklarifikasi, silakan ke Polres Kepanjen (Malang). Apakah benar sesuai konten yang dimuat itu? Padahal itu hoaks, itu fitnah,” tantangnya.

Bukti Visum Bicara, Kasus Resmi Naik Penyidikan

Amelia menegaskan bahwa klaimnya bukan isapan jempol. Proses hukum yang berjalan di Polres Malang menjadi bukti paling sahih. Kasus ini, katanya, telah resmi naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Langkah ini diambil setelah polisi mengantongi bukti kuat, termasuk hasil visum korban.

“Jadi sudah divisum, sudah naik tingkat (penyidikan). Jadi bukan hoaks, ini ada bukti-bukti visum dan sebagainya,” beber Amelia, seolah menepis narasi dalam video klarifikasi.

Baginya, video klarifikasi itu justru menjadi bumerang. “Justru itu menunjukkan bahwa memang terjadi kekerasan fisik terhadap anak di bawah umur. Apalagi dugaannya ini banyak korbannya, salah satunya yang dimuat itu (pada video klarifikasi),” ujarnya, mengindikasikan bahwa korban kekerasan di ponpes tersebut diduga lebih dari satu orang.

Dugaan Upaya Intervensi Hukum Lewat Medsos

Tim kuasa hukum menduga kuat, video klarifikasi yang sengaja diviralkan adalah cara untuk mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Tujuannya jelas: menyangkal dugaan penganiayaan dan membersihkan nama pihak ponpes di mata publik.

Namun, Amelia memastikan pihaknya tidak akan gentar. “Hukum harus tetap berjalan, karena ini menyangkut kepentingan umum. Artinya, (penganiayaan) tidak boleh terjadi kepada semua orang,” pungkasnya.

Kasus ini sendiri mencuat setelah ADR (14), santri asal Wonosari, Kabupaten Malang, diduga dianiaya oleh pengasuh ponpes berinisial B. Peristiwa tragis itu terjadi pada malam takbiran Idul Adha, Juni lalu. Pemicunya sepele: korban ketahuan keluar area ponpes untuk membeli makan karena kelaparan. Akibat pukulan rotan berkali-kali, kakinya mengalami luka parah.

Pihak keluarga, didampingi kuasa hukum, akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Malang pada 20 Juni lalu. Kini, polisi dijadwalkan akan memeriksa saksi-saksi tambahan untuk melengkapi berkas sebelum melakukan gelar perkara penetapan tersangka (al/dnv).

Exit mobile version