Atasi Krisis Makna Modern: UNPAB-LIMTI Hidupkan Kembali Tasawuf Ilmiah Kadirun Yahya

Atasi Krisis Makna Modern: UNPAB-LIMTI Hidupkan Kembali Tasawuf Ilmiah Kadirun Yahya
Program Studi Ilmu Filsafat Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan berkolaborasi dengan Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI) menggelar seminar dan workshop transformatif dengan tujuan membumikan kembali pemikiran visioner Sayyidi Syeikh Prof. Dr. Kadirun Yahya, M.Sc., seorang ilmuwan sekaligus ulama tasawuf terkemuka Indonesia yang gagasannya tentang "metafisika eksakta" (Ist/io)

Di tengah krisis spiritualitas era digital, UNPAB Medan dan LIMTI menggali kembali tasawuf ilmiah Syeikh Kadirun Yahya. Seminar dan workshop ini menjembatani dzikir, sains, dan filsafat untuk menawarkan kedamaian batin yang relevan dan terbukti.

INDONESIAONLINE – Paradoks zaman modern semakin nyata. Kemajuan teknologi yang menjanjikan konektivitas justru melahirkan isolasi. Kemakmuran material yang dikejar seringkali berujung pada kehampaan spiritual.

Fenomena ini bukan lagi isapan jempol, melainkan krisis global yang terdokumentasi. Sebuah studi oleh Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa di banyak negara maju, tingkat kebahagiaan tidak lagi berbanding lurus dengan PDB per kapita, menandakan adanya “defisit makna” dalam kehidupan masyarakat.

Di tengah kegelisahan ini, sebuah jawaban dari khazanah kearifan Islam kembali mengemuka. Tasawuf, yang sering dianggap sebagai ajaran kuno dan esoteris, kini ditawarkan sebagai solusi relevan yang mampu menjembatani iman dan nalar.

Menjawab tantangan tersebut, Program Studi Ilmu Filsafat Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan berkolaborasi dengan Lembaga Ilmiah Metafisika Tasawuf Islam (LIMTI) menggelar serangkaian seminar dan workshop transformatif pada 10, 14, dan 15 Agustus 2025.

Agenda besar ini bertujuan membumikan kembali pemikiran visioner Sayyidi Syeikh Prof. Dr. Kadirun Yahya, M.Sc., seorang ilmuwan sekaligus ulama tasawuf terkemuka Indonesia yang gagasannya tentang “metafisika eksakta” telah menjadi subjek riset di berbagai universitas, termasuk dalam disertasi di Universitas Leiden, Belanda.

Rangkaian acara ini bukan sekadar diskusi, melainkan sebuah laboratorium sosial dan spiritual untuk membuktikan bahwa tasawuf adalah jalan hidup yang aplikatif dan dapat diverifikasi secara ilmiah.

Spiritualitas yang Membumi: Dari Dzikir di Surau hingga Bisnis Daun Kelor

Kegiatan pertama pada Minggu (10/8/2025) di Surau Baitul Muthahar, Langkat, menjadi bukti nyata bagaimana tasawuf melampaui ritual individual. Acara ini secara unik memadukan zikrullah (mengingat Tuhan) dengan pemberdayaan ekonomi komunitas.

Syeikh Dr. H. Ahmad Baqi Arifin, SH, MH, MBA, CPH, Ketua Umum LIMTI, membuka wawasan dengan tema “Esensi Zikrullah sebagai Pilar Kemajuan Masyarakat”. Ia menyoroti fenomena yang disebutnya “amnesia spiritual” di kalangan masyarakat modern.

“Banyak manusia modern baru menyadari urgensi Tuhan ketika terdesak oleh usia senja atau penyakit. Padahal, kesadaran akan Tuhan adalah energi penggerak utama dalam setiap aspek kehidupan,” tegas Syeikh Baqi, yang juga merupakan dosen metafisika di UNPAB.

Ia mengkritik tajam praktik keagamaan yang mandek pada dogma dan dongeng, tanpa ada keberanian untuk melakukan pembuktian ilmiah. “Ajaran Syeikh Kadirun Yahya menantang kita untuk membuktikan kebenaran Al-Quran secara nyata, bukan hanya meyakininya,” tambahnya.

Keterhubungan antara batin dan lahiriah ini diperkuat oleh sesi dari Prof. Dr. Vivi Purwandari, S.Si, M.Si, peneliti dari Universitas Sari Mutiara. Ia tidak berbicara tentang teologi, melainkan memaparkan potensi ekonomi dari pengolahan daun kelor dan telang.

“Spiritualitas yang sejati tidak membuat kita lari dari dunia, tetapi justru membuat kita lebih cerdas mengelola sumber daya yang Tuhan berikan. Daun kelor ini adalah apotek dan dapur hidup di pekarangan kita,” jelas Prof. Vivi.

Sinergi ini menunjukkan bahwa tasawuf mengajarkan keseimbangan: dzikir yang menenangkan jiwa harus diimbangi dengan karya nyata yang menyejahterakan raga.

Laboratorium Batin: Filsafat dan Latihan Spiritual di Ruang Akademis

Bergeser ke ranah akademis, workshop di Aula Gedung Al Huda-UNPAB pada Kamis (14/8/2025) mempertemukan para filsuf dan praktisi tasawuf untuk membedah konsep “kedamaian batin”.

Dr. Agus Himmawan Utomo, Dekan Fakultas Filsafat UGM, memberikan perspektif filosofis yang tajam. Menurutnya, manusia modern terjebak dalam apa yang disebut filsuf eksistensialis sebagai the thrownness (keterlemparan) ke dalam dunia tanpa makna yang jelas.

“Di antara momen lahir dan mati, manusia dihantui perasaan kesendirian dan kehilangan makna. Tasawuf menawarkan jalan untuk ‘menjadi’, yaitu membangun kembali koneksi vertikal dengan Tuhan dan koneksi horizontal dengan sesama serta alam,” papar Dr. Agus.

Ia menekankan bahwa pendidikan, seni, dan agama adalah tiga pilar untuk menjawab pertanyaan fundamental: siapa kita dan mau ke mana kita.

Perspektif ini disambut oleh Syeikh H. Ahmad Syukran Bestari, SE, M.MSi, cucu dari Syeikh Kadirun Yahya. Ia membagikan metode praktis Tarekat Naqshabandiyah, seperti dzikir dan muraqabah (kontemplasi).

“Ketenangan sejati bukan berasal dari membandingkan diri dengan pencapaian orang lain, tetapi dari rasa syukur yang lahir dari hati yang selalu terhubung. Melalui dzikir, ayat-ayat Al-Quran tidak lagi terasa sebagai teks mati, melainkan sebagai realitas hidup yang bisa dirasakan getarannya,” ungkap pimpinan rumah suluk Baitul Malik, Depok ini.

Diskusi ini diperkaya oleh Prof. Dr. Ris’an Rusli, MA, dari UIN Raden Fatah Palembang, yang menegaskan bahwa tasawuf bukanlah sekadar ilmu perasaan, melainkan sebuah sistem pengetahuan holistik dengan fondasi filosofis yang kokoh.

Menjawab Era Digital dengan Metafisika Eksakta

Puncak rangkaian acara digelar pada Jumat (15/8/2025) di Alkah Dzikir dan Rumah Suluk Baitul Jafar, Deli Serdang, dengan tema “Membumikan Tasawuf di Era Modern”.

Di sini, Syeikh Dr. H. Ahmad Baqi Arifin menguraikan konsep kunci dari ajaran Syeikh Kadirun Yahya: metafisika eksakta. Menurutnya, untuk membuat tasawuf relevan, pendekatannya harus keluar dari ranah dogmatis murni.

“Kita harus bisa menjelaskan proses penyucian jiwa—Takhalli, Tahalli, Tajalli—dalam bahasa yang bisa dipahami nalar modern. Kebenaran spiritual harus bisa didemonstrasikan sebagai fakta, nyata, dan realita. Ini bukan mistisisme, ini adalah sains spiritual,” tegasnya.

Pendekatan ini, yang mengintegrasikan fisika kuantum dan biologi dengan konsep-konsep spiritual, adalah warisan pemikiran Syeikh Kadirun Yahya. Assoc. Prof. Ir. Syarifuddin, MH, Dosen Metafisika UNPAB, memperkuat argumen ini dengan menguraikan dimensi teoretis dan akademisnya.

Kolaborasi antara UNPAB dan LIMTI ini lebih dari sekadar agenda akademis. Ini adalah sebuah gerakan intelektual dan spiritual untuk merevitalisasi tasawuf, membuktikan bahwa di tengah deru modernitas, jalan sunyi menuju Tuhan justru menjadi kebutuhan paling mendesak. Sebuah jalan yang tidak menolak sains, tetapi merangkulnya untuk membuktikan kebenaran abadi.