Waspada penipuan vila Batu saat libur Nataru. Modus akun Instagram palsu dengan followers beli, makan korban. Simak tips aman sewa penginapan di sini.
INDONESIAONLINE – Euforia libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) di Kota Batu, Jawa Timur, dibayangi oleh sisi gelap kejahatan siber. Di tengah tingginya okupansi hotel dan penginapan, sindikat penipuan daring bermodus penyewaan vila bodong kini bergerilya di media sosial, memangsa wisatawan yang lengah karena tergiur harga miring dan desakan kebutuhan.
Fenomena ini bukan sekadar kasus penipuan biasa, melainkan bentuk social engineering (rekayasa sosial) yang memanfaatkan psikologis wisatawan yang panik mencari penginapan di masa high season. Pelaku memanipulasi kepercayaan korban melalui tampilan akun media sosial yang dipoles seolah-olah profesional.
Perangkap Visual di Instagram
Kasus yang menimpa Erina Emiliana, wisatawan asal Tulungagung menjadi potret nyata kerentanan konsumen di era digital. Niat hati ingin menikmati liburan akhir tahun, Erina justru terjebak akun Instagram vila palsu.
Modus operandi pelaku terbilang rapi. Mereka membangun kredibilitas semu dengan jumlah pengikut (followers) yang besar—kemungkinan hasil beli—untuk meyakinkan calon korban.
“Pas sudah deal, saya diminta untuk down payment (DP) sebesar Rp 500 ribu,” ungkap Erina.
Angka ini sebenarnya sudah menjadi bendera merah (red flag). Berdasarkan data pasar, rata-rata DP untuk reservasi vila standar di Batu berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Namun, dalam kondisi psikologis yang mendesak, rasionalitas korban seringkali dikesampingkan.
Eskalasi penipuan terjadi ketika pelaku meminta pelunasan penuh sebelum check-in dengan dalih “mengamankan slot booking”. Ketika Erina menolak dan bersikukuh membayar sisa tagihan di lokasi, komunikasi diputus sepihak.
“Ternyata setelah itu saya langsung diblokir. Kolom komentar di akunnya juga ditutup,” tambahnya.
Penutupan kolom komentar adalah taktik klasik agar jejak komplain korban lain tidak terlihat oleh mangsa baru.
Data Kejahatan Siber Sektor Pariwisata
Kasus di Batu ini memperpanjang daftar hitam penipuan daring di Indonesia. Berdasarkan data dari CekRekening.id (platform milik Kementerian Kominfo), laporan penipuan transaksi online (e-commerce dan jasa) konsisten menempati urutan teratas kejahatan siber dalam tiga tahun terakhir.
Sektor pariwisata, khususnya penyewaan properti, menjadi salah satu lahan basah bagi pelaku kejahatan saat musim liburan panjang.
Pelaku umumnya mencuri foto-foto properti asli dari situs Online Travel Agent (OTA) atau akun resmi, lalu mengunggah ulang di akun palsu dengan harga yang jauh di bawah pasar untuk memancing korban (teknik phishing harga).
Respons IHSA dan Langkah Mitigasi
Ketua Organisasi Indonesia Homestay Association (IHSA) Kota Batu, Natalina, membenarkan adanya lonjakan laporan penipuan vila jelang pergantian tahun. Menurutnya, pelaku memanfaatkan celah di saat permintaan tinggi namun ketersediaan kamar menipis (crowded moment).
“Momen crowded seperti ini menjadi kesempatan oknum untuk melihat kelemahan properti dan psikologis wisatawan,” jelas Natalina.
Untuk memitigasi risiko ini, IHSA Kota Batu mengeluarkan panduan tegas bagi wisatawan:
- Verifikasi Ganda: Jangan terpukau oleh jumlah followers. Lakukan pengecekan silang foto vila menggunakan fitur Google Reverse Image Search untuk melihat apakah foto tersebut dicuri dari tempat lain.
- Cek Testimoni: Akun bodong biasanya menutup kolom komentar atau memiliki testimoni yang terlihat palsu/seragam.
- Prioritaskan OTA: Memesan melalui agen perjalanan daring (Traveloka, Tiket.com, Agoda, dll) atau situs resmi jauh lebih aman karena adanya jaminan pengembalian dana (refund).
- Konsultasi Resmi: Wisatawan disarankan menghubungi IHSA setempat untuk memvalidasi keberadaan dan kepemilikan vila.
“Wisatawan bisa konsultasi langsung ke IHSA apabila ada keraguan. Kami bisa langsung crosscheck keaslian akun dan properti tersebut,” tegas Natalina.
Kejahatan ini menjadi pengingat keras bahwa dalam transaksi digital, prinsip zero trust (jangan mudah percaya) harus selalu diterapkan, terutama saat bertransaksi dengan akun media sosial yang tidak terverifikasi secara resmi (pl/dnv).













