Beranda

Badai Sempurna di Dapur Warga: Saat Tradisi ‘Toron’ Madura Bertemu Mogok Truk, Inflasi Surabaya Meroket

Badai Sempurna di Dapur Warga: Saat Tradisi ‘Toron’ Madura Bertemu Mogok Truk, Inflasi Surabaya Meroket
Ribuan warung Madura di seluruh penjuru Kota Surabaya tutup akibat tradisi 'toron'—ritual pulang kampung massal masyarakat Suku Madura menjelang Hari Raya Iduladha—menciptakan kekosongan pasokan yang signifikan di tingkat ritel. Hal ini memberikan dampak inflasi di Kota Surabaya (jtn/io)

Analisis mendalam penyebab inflasi Surabaya 0,36% pada Juni 2025. Kombinasi unik tradisi ‘toron’ pedagang Madura dan mogok sopir truk ODOL menciptakan ‘badai sempurna’ yang melambungkan harga cabai dan beras.

INDONESIAONLINE – Angka inflasi 0,36 persen yang melanda Surabaya pada Juni 2025 bukanlah sekadar statistik ekonomi biasa. Di baliknya, terungkap sebuah “badai sempurna” di mana tradisi kultural, kelumpuhan logistik, dan lonjakan permintaan musiman berkonvergensi, menciptakan tekanan hebat yang dampaknya langsung terasa di dapur setiap warga Kota Pahlawan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya mencatat, inflasi bulanan (m-to-m) ini menjadi yang ketiga kalinya terjadi sepanjang 2025, mendorong inflasi tahunan (y-on-y) mencapai 1,94 persen. Namun, penyebabnya jauh lebih kompleks dari sekadar dinamika pasar biasa.

Kepala BPS Kota Surabaya, Arrief Chandra Setiawan, membedah dua front utama yang tak terduga menjadi pemicu utama.

Pemicu pertama datang dari level akar rumput. Fenomena heningnya ribuan warung Madura di seluruh penjuru kota akibat tradisi ‘toron’—ritual pulang kampung massal masyarakat Suku Madura menjelang Hari Raya Iduladha—menciptakan kekosongan pasokan yang signifikan di tingkat ritel.

“Pedagang Suku Madura yang libur menjelang Iduladha menyebabkan jumlah pedagang di Surabaya berkurang drastis. Ini mengganggu ketersediaan pasokan di pasar dan memicu kenaikan harga,” ungkap Arrief Chandra Setiawan, Rabu (2/7/2025).

Kekosongan yang ditinggalkan oleh para pedagang yang menjadi tulang punggung kebutuhan harian ini terjadi tepat saat permintaan warga untuk persiapan Iduladha sedang memuncak.

Saat pasokan di tingkat ritel goyah, masalah diperparah oleh kelumpuhan di jalur distribusi utama. Aksi mogok yang dilakukan para sopir truk sebagai protes terhadap penegakan kebijakan Over Dimension Over Loading (ODOL) menyebabkan pasokan komoditas dari sentra-sentra produksi ke pasar induk Surabaya tersendat.

“Aksi mogok supir truk karena kebijakan ODOL mengganggu pasokan, sehingga ketersediaan pasokan di pasar mengalami penurunan,” tambah Arrief.

Kombinasi antara kekosongan pedagang ritel dan keterlambatan pasokan grosir inilah yang menciptakan badai sempurna.

Cabai, Beras, dan Bawang Merah Jadi Korban Utama

Dampak paling telak dirasakan pada komoditas pangan strategis. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang dua bulan sebelumnya mengalami deflasi, kini kembali menjadi penyumbang inflasi utama.

Sebut saja Cabai Rawit memberi andil inflasi terbesar sebesar 0,08%, diikuti Beras  dengan 0,05%, diperparah oleh masalah distribusi di tingkat tengkulak, dan Bawang Merah memberi inflasi 0,03%.

Di luar pangan, kenaikan harga emas perhiasan yang mengikuti tren global dan kenaikan harga mobil juga turut menyumbang inflasi, masing-masing dengan andil 0,03 persen.

Meski demikian, tidak semua harga meroket. Beberapa komoditas justru menjadi penahan laju inflasi. Penyesuaian harga BBM non-subsidi membuat bensin menyumbang deflasi sebesar 0,02 persen.

Selain itu, melimpahnya stok pisang, bawang putih, dan apel membuat harganya turun. Uniknya, tarif kereta api juga menyumbang deflasi berkat program diskon selama libur sekolah.

“Adapun deflasi pada kereta api merupakan salah satu stimulus ekonomi selama libur sekolah di bulan Juni dan Juli 2025,” pungkas Arrief.

Namun, penyejuk tersebut tak cukup kuat untuk meredam badai. Inflasi Juni 2025 menjadi pelajaran berharga bagi Surabaya, menunjukkan betapa rentannya stabilitas harga sebuah kota metropolitan ketika pilar-pilar sosial-budaya dan infrastruktur logistiknya goyah secara bersamaan. Ini adalah pengingat bahwa di balik angka ekonomi, ada denyut nadi kehidupan nyata yang tak bisa diabaikan (mca/dnv).

Exit mobile version