Beranda

Bagi-bagi Duit ala Papa Salam Sultan Malaysia di Malang Raya

Bagi-bagi Duit ala Papa Salam Sultan Malaysia di Malang Raya
Warga Malang Raya rela antre untuk mendapatkan hadiah dari Papa Salam (sc/io)

INDONESIAONLINE – Pemandangan tak biasa menyedot perhatian publik di Malang Raya pekan ini. Seorang pria asal Malaysia, yang populer di TikTok dengan julukan “Papa Salam” atau “Sultan Pemurah,” menjadi pusat keramaian setelah aksinya membagikan uang tunai secara langsung kepada warga di Alun-Alun Kota Batu dan Pasar Lawang, Kabupaten Malang, viral di berbagai platform media sosial.

Fenomena ini memicu antusiasme, tanda tanya, sekaligus diskusi hangat di kalangan warganet mengenai motif, dampak, dan etika di balik kedermawanan lintas negara yang dipertontonkan secara terbuka.

Video yang diunggah akun TikTok @arsipbyme, salah satunya, merekam ratusan warga yang rela mengantre panjang di Alun-Alun Kota Batu pada malam hari, demi secercah harapan mendapatkan “berkah” dari sang dermawan.

“Kita lagi ngikutin antriannya, tapi kita nggak tahu ya beneran dapat apa nggak,” ujar pengunggah video, mencerminkan ketidakpastian sekaligus harapan yang menyelimuti kerumunan.

Akhirnya, ia dan dua temannya masing-masing menerima Rp50 ribu.

Aksi serupa berlanjut keesokan harinya di Pasar Lawang, di mana “Papa Salam,” dengan pengawalan, kembali membagikan uang di tengah kerumunan.

Identitas pria ini kemudian terungkap sebagai Datuk Seri Salim Abdul Rahman, seorang pengusaha asal Malaysia yang memang dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan kerap membagikan bantuan melalui akun TikTok-nya, @ds_sultanpemurah68.

Unggahannya kerap menampilkan momen berbagi, baik di negaranya maupun di Indonesia, termasuk hadiah umrah untuk pengikutnya.

Antara Niat Mulia dan Potensi Euforia Semu

Kedatangan Datuk Seri Salim ke Indonesia tampaknya bukan tanpa rencana. Akun Instagramnya, @dssultanpemurah_, telah mengumumkan kunjungannya ke Surabaya pada 23-26 Mei 2025, dengan agenda kegiatan pada 25 Mei. Aksi di Malang Raya diduga dilakukan di sela-sela kunjungannya tersebut.

Fenomena “Papa Salam” ini tak pelak menuai beragam respons. Di satu sisi, banyak warganet yang mengapresiasi dan berterima kasih atas kedermawanannya, seperti komentar akun TikTok @ind** yang mengaku mendapat Rp300 ribu. Bagi mereka, ini adalah rezeki tak terduga yang sangat membantu.

Namun, di sisi lain, metode pembagian uang secara massal dan terbuka ini juga memicu diskusi. Apakah ini bentuk filantropi yang paling efektif dan bermartabat? Ataukah ada risiko menciptakan ketergantungan, euforia sesaat, atau bahkan potensi masalah keamanan dan ketertiban di lokasi pembagian?

Beberapa pengamat sosial seringkali menyoroti bahwa kedermawanan yang lebih berkelanjutan biasanya melibatkan program pemberdayaan atau bantuan yang terstruktur, bukan sekadar pembagian uang tunai secara sporadis.

Dilema Kedermawanan di Era Digital

Kasus “Papa Salam” juga menyoroti bagaimana media sosial telah mengubah lanskap filantropi. Aksi berbagi kini dapat dengan mudah didokumentasikan, diviralkan, dan bahkan menjadi bagian dari personal branding.

Ini bisa menjadi pedang bermata dua: di satu sisi, dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk berbuat baik; di sisi lain, ada potensi motif pencitraan atau eksploitasi kerentanan demi konten.

Belum ada pernyataan resmi dari “Papa Salam” mengenai alasan spesifik pemilihan Malang Raya sebagai lokasi berbagi atau tujuan jangka panjang dari aksi kedermawanannya di Indonesia. Namun, kehadirannya telah berhasil menciptakan “gelombang” kecil yang signifikan, setidaknya di dunia maya dan di hati mereka yang merasakan langsung sentuhan bantuannya.

Kisah “Papa Salam” di Malang Raya menjadi cermin kompleksitas kedermawanan di era digital: sebuah perpaduan antara niat baik, kekuatan viral media sosial, antusiasme publik, dan serangkaian pertanyaan yang layak direnungkan bersama mengenai cara terbaik untuk membantu sesama secara berkelanjutan dan bermartabat (bn/dnv).

Exit mobile version