INDONESIAONLINE – Nama Pangeran Sambernyawa, atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I lekat dengan citra panglima perang yang tangguh dan gemar berpesta pora.
Namun, siapa sangka di balik gemerlap kemenangan dan hingar bingar duniawi, tersimpan kisah transformasi spiritual yang luar biasa. Di penghujung hayatnya, sang pangeran justru menjelma menjadi sosok yang saleh dan mencintai Al-Qur’an.
Masa muda Sambernyawa memang diwarnai dengan rentetan pertempuran dan gemerlapnya perayaan. Ia dikenal sebagai panglima perang yang ditakuti, bahkan mendapat julukan “Sambernyawa” dari perwakilan VOC, Nicholas Hartingh, karena keberaniannya. Setiap kemenangan dirayakan dengan pesta meriah, minuman keras, dan tarian hingga larut malam.
Namun, benih-benih perubahan mulai terlihat ketika ia menerima surat nasihat dari Pangeran Mangkubumi, paman sekaligus rivalnya dalam Perang Suksesi Jawa Ketiga. Mangkubumi mengingatkan Sambernyawa agar meninggalkan gaya hidup hedonis dan mendekatkan diri pada agama.
Nasihat tersebut tampaknya membekas di hati Sambernyawa. Di usia senjanya, ia mengalami transformasi spiritual yang mendalam. Kesalehannya tercermin dalam kebiasaan sehari-harinya, seperti rajin beribadah, mengumpulkan para santri untuk khataman Al-Qur’an, hingga membangun masjid di dekat makamnya.
Salah satu bukti nyata kesalehan Sambernyawa adalah buku harian pribadinya. Dalam catatan-catatan itu, terungkap bagaimana ia menjalankan ajaran Islam dengan khusyuk, termasuk melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa, dan berzakat.
Yang menarik, Sambernyawa menunjukkan bentuk keislaman yang akomodatif. Ia tetap menghormati tradisi dan budaya lokal, sekaligus menjalankan syariat Islam dengan teguh. Hal ini tercermin dalam berbagai acara yang ia selenggarakan, seperti pertunjukan wayang yang dipadukan dengan khataman Al-Qur’an.
Di akhir hayatnya, Sambernyawa bahkan sempat menyalin Al-Qur’an sebanyak enam kali. Salinan terakhir, yang dijilid dalam 15 juz, ia wakafkan ke Masjid Mangadeg, masjid yang ia bangun di dekat makamnya.
Kisah transformasi spiritual Pangeran Sambernyawa menjadi teladan bahwa perubahan menuju kebaikan dapat terjadi kapan saja. Sosok yang semula dikenal dengan kehidupan duniawinya, justru menutup usianya dengan kesalehan dan ketaatan pada agama (ar/dnv).