Beranda

Dompet Negara Israel Terkuras, Puluhan Ribu Warga Tuntut Kompensasi Usai Perang 12 Hari

Dompet Negara Israel Terkuras, Puluhan Ribu Warga Tuntut Kompensasi Usai Perang 12 Hari
Ilustrasi peluncuran rudal. (foto: istock)

Perang 12 hari dengan Iran menguras kas Israel hingga puluhan miliar dolar. Defisit membengkak, puluhan ribu warga menuntut kompensasi, dan ekonomi di ambang krisis.

INDONESIAONLINE – Eskalasi militer selama 12 hari dengan Iran telah meninggalkan luka mendalam bagi Israel, tidak hanya di medan perang tetapi juga di neraca keuangan negara.

Dengan biaya perang diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar, pemerintah kini menghadapi dilema pahit: memangkas layanan publik, menaikkan pajak, atau menjerumuskan negara ke dalam utang yang lebih besar. Sementara puluhan ribu warganya menuntut kompensasi.

Laporan Financial Express pada Kamis (26/6/2025) menyebutkan, hanya dalam minggu pertama konflik, Israel telah menghabiskan sekitar  5 miliar US atau setara dengan Rp18,51 triliun hanya dalam minggu pertama serangan kepada Iran. Pengeluaran harian Israel untuk perang melawan Iran mencapai 725 juta US.

Beban ini diperparah oleh dampak tak langsung. Naser Abdelkarim, asisten profesor keuangan di American University of Palestine, memperkirakan kerugian total akibat penurunan produksi dan gangguan layanan publik bisa mencapai US$20 miliar (Rp324,6 triliun).

“Defisit anggaran diperkirakan meningkat sebesar 6%,” ujar Abdelkarim kepada Anadolu Agency. “Pembayaran kompensasi kepada warga yang terdampak akan semakin membebani keuangan negara,” lanjutnya.

Tekanan dari rakyat terasa nyata. Otoritas Pajak Israel mencatat lebih dari 36.465 orang telah mengajukan klaim kompensasi setelah lebih dari 10.000 warga terpaksa mengungsi.

Di tengah tuntutan tersebut, kantong negara justru makin menipis. Kementerian Keuangan Israel dilaporkan mengajukan tambahan dana 875 juta US untuk pertahanan yang ironisnya dibiayai dengan memotong anggaran 200 juta US dari sektor kesehatan, pendidikan dan sosial.

Untuk menutupi defisit, Abdelkarim memaparkan tiga pilihan sulit bagi pemerintah Israel. “Mereka bisa memangkas belanja publik, menaikkan pajak, atau menambah utang negara,” jelasnya.

Opsi terakhir berisiko melonjakkan rasio utang terhadap PDB hingga di atas 75%, sebuah angka yang mengkhawatirkan bagi stabilitas ekonomi jangka panjang.

Guncangan ekonomi juga merambat ke pasar. Serangan Iran yang menghantam kawasan perdagangan berlian Tel Aviv memicu kepanikan di bursa saham, sementara nilai tukar shekel sempat anjlok sebelum sedikit pulih. Situasi ini menempatkan Israel di persimpangan jalan antara pemulihan keamanan dan penyelamatan ekonomi.

Exit mobile version