John Herdman resmi latih Timnas Indonesia mulai 2026 dengan kontrak 2+2 tahun. Gaji lebih efisien dari Patrick Kluivert, ia pegang Senior dan U-23.
INDONESIAONLINE – Teka-teki mengenai siapa arsitek baru yang akan menukangi Skuad Garuda akhirnya menemui titik terang yang benderang. Bukan dari Eropa Daratan atau Amerika Latin, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) kali ini memalingkan wajah ke Amerika Utara.
John Herdman, pelatih berkebangsaan Inggris yang sukses membangun reputasi gemilang di Kanada, dikabarkan telah mencapai kata sepakat untuk mengambil alih kemudi Timnas Indonesia.
Kabar ini bukan sekadar rumor warung kopi. Media terkemuka asal Kanada yang fokus pada sepak bola, Waking The Red, telah merilis laporan eksklusif yang menyebutkan bahwa kesepakatan antara Herdman dan PSSI sudah terkunci.
Namun, di balik nama besar Herdman, terdapat manuver cerdas PSSI dalam hal efisiensi anggaran dan strategi jangka panjang yang layak untuk dibedah lebih dalam. PSSI tampaknya tidak lagi sekadar memburu nama besar, melainkan mencari “arsitek sistem” dengan harga yang masuk akal.
Bedah Kontrak: Paket Hemat untuk Kualitas Dunia
Salah satu sorotan utama dalam kesepakatan ini adalah struktur finansial yang dinilai sangat menguntungkan bagi PSSI. Berdasarkan bocoran dari jurnalis Kanada, Ben Steiner, serta laporan Waking The Red, John Herdman setuju dengan gaji sebesar USD 40.000 per bulan. Jika dikonversi dengan kurs saat ini, angka tersebut setara dengan Rp670,8 juta per bulan.
Dalam setahun, PSSI “hanya” perlu merogoh kocek sekitar Rp8 miliar (atau tepatnya Rp8,05 miliar) untuk gaji pokok Herdman. Angka ini, meskipun terdengar fantastis bagi telinga orang awam, sejatinya tergolong “murah” dalam standar industri pelatih sepak bola internasional level tim nasional, terutama jika dibandingkan dengan beban kerja yang akan dipikulnya.
PSSI menyodorkan skema kontrak 2+2 years. Artinya, Herdman akan mendapatkan mandat awal selama dua tahun mulai 2026. Jika performanya memuaskan dan target tercapai, opsi perpanjangan dua tahun otomatis aktif hingga 2030.
“Kesepakatan tersebut adalah kontrak dua plus dua tahun, memberikan Herdman masa jabatan awal dua tahun dengan opsi perpanjangan hingga tahun 2030,” tulis Waking The Red dalam laporannya.
Secara kalkulasi total, jika Herdman bertahan selama empat tahun penuh, ia akan mengantongi total pendapatan sekitar Rp32,2 miliar. Nilai investasi ini dianggap sangat rasional mengingat durasi proyek yang panjang dan target yang dibebankan tidak main-main.

Komparasi Menohok: Herdman vs Patrick Kluivert
Langkah PSSI merekrut Herdman terasa semakin genius ketika disandingkan dengan pengeluaran federasi pada masa kepelatihan sebelumnya, yakni era Patrick Kluivert (seperti yang disebutkan dalam data pembanding). Data menunjukkan adanya disparitas efisiensi yang sangat mencolok.
Patrick Kluivert, legenda sepak bola Belanda yang pernah menukangi Timnas Indonesia, diketahui memiliki paket gaji yang jauh lebih “boros”. Kluivert menerima bayaran di kisaran Rp1,3 miliar hingga Rp1,5 miliar per bulan.
Dalam setahun, PSSI harus menggelontorkan dana hingga Rp18 miliar hanya untuk gaji satu orang pelatih kepala. Jika ditotal selama kontrak dua tahun, Kluivert menyedot anggaran hingga Rp36 miliar.
Perbedaan fundamentalnya tidak hanya pada nominal uang. Dengan gaji Rp18 miliar per tahun, Kluivert kala itu hanya bertanggung jawab atas Timnas Senior. Sementara untuk Timnas U-23, PSSI masih harus mengeluarkan anggaran terpisah untuk menggaji Gerald Vanenburg dan staf kepelatihannya.
Sebaliknya, dengan gaji “hanya” Rp8 miliar per tahun—atau kurang dari setengah gaji Kluivert—John Herdman bersedia memikul tanggung jawab ganda (double job). Ia akan menjadi manajer untuk Timnas Senior sekaligus Timnas U-23 Indonesia.
“Selain memimpin tim nasional senior, Herdman juga akan bertanggung jawab atas tim U-23 Indonesia,” tulis laporan tersebut.
Ini adalah kemenangan negosiasi bagi Ketua Umum PSSI, Erick Thohir. Dengan anggaran yang jauh lebih efisien, PSSI mendapatkan satu otak yang mengendalikan dua level timnas sekaligus. Hal ini menjamin adanya kesinambungan taktik dan filosofi permainan dari level usia muda ke level senior, sebuah “benang merah” yang sering putus dalam manajemen timnas sebelumnya.
Rekam Jejak: Spesialis Pembangun Pondasi
Mengapa John Herdman? Pilihan ini bukan tanpa dasar. Herdman bukanlah pelatih yang terbiasa menangani tim yang sudah jadi dengan pemain bertabur bintang yang manja. Ia adalah tipe builder atau pembangun.
Rekam jejaknya bersama Timnas Kanada adalah bukti validitas kualitasnya. Di sektor putri, ia membawa Timnas Wanita Kanada meraih medali perunggu pada Olimpiade London 2012 dan Olimpiade Rio 2016. Prestasi ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari sistem yang ia bangun.
Lebih impresif lagi adalah kiprahnya di Timnas Putra Kanada. Herdman adalah sosok yang berhasil membawa Kanada kembali ke panggung Piala Dunia 2022 di Qatar setelah penantian panjang selama 36 tahun. Ia mengubah mentalitas tim yang tadinya medioker di zona CONCACAF menjadi tim yang disegani, bahkan mampu memuncaki klasemen kualifikasi di atas raksasa Meksiko dan Amerika Serikat.
Kemampuan Herdman dalam memoles bakat-bakat muda dan menyatukan ruang ganti inilah yang tampaknya menjadi alasan utama PSSI merekrutnya. Indonesia, dengan demografi pemain muda yang melimpah namun seringkali bermasalah dalam transisi ke level senior, membutuhkan tangan dingin seorang motivator sekaligus taktikawan seperti Herdman.
Koneksi dengan Visi PSSI 2027-2030
Kedatangan Herdman pada 2026 juga memiliki implikasi politis dan strategis. Tahun tersebut beririsan dengan masa jabatan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang akan berakhir pada 2027. Dengan kontrak awal dua tahun, Herdman diharapkan bisa memberikan hasil instan sekaligus meletakkan dasar yang kuat sebelum masa jabatan kepengurusan PSSI berakhir.
Media Kanada menyebutkan bahwa faktor “waktu yang tepat” menjadi salah satu alasan Herdman menerima pinangan ini. Setelah sukses di Kanada, Herdman mencari tantangan baru di Asia, sebuah pasar sepak bola yang sedang menggeliat dengan fanatisme suporter yang luar biasa. Gaji yang kompetitif (meski lebih murah dari standar pelatih top Eropa di Asia) ditambah dengan potensi bonus dan biaya hidup di Indonesia yang relatif rendah, membuat paket penawaran PSSI menjadi sangat menarik di mata pelatih berusia 49 tahun tersebut.
“Uang dan waktu yang tepat tampaknya memainkan peran besar dalam kembalinya John Herdman ke manajemen internasional,” analisis Waking The Red.
Tugas Herdman tidak akan mudah. Memegang dua tim sekaligus (Senior dan U-23) adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ini memudahkan integrasi pemain muda ke tim senior (promosi). Namun di sisi lain, jadwal kalender FIFA dan turnamen AFF atau Asia yang seringkali padat bisa memecah konsentrasi.
Namun, model “Satu Komando” ini sebenarnya sudah mulai lazim diterapkan di negara-negara berkembang sepak bola untuk memangkas birokrasi dan menyamakan visi bermain. Shin Tae-yong sebelumnya juga pernah menjalankan peran serupa dengan cukup sukses dalam hal regenerasi pemain. Bedanya, Herdman datang dengan blueprint kesuksesan yang sudah teruji di level Piala Dunia dan Olimpiade.
Publik sepak bola tanah air kini menanti. Apakah strategi “paket hemat” namun berkualitas tinggi ala PSSI ini akan membuahkan hasil manis?
Jika menilik pada data dan komparasi dengan era sebelumnya, kedatangan John Herdman menjanjikan sebuah era yang lebih rasional, terstruktur, dan berorientasi pada proses jangka panjang, bukan sekadar pembakaran uang untuk nama besar tanpa gelar. Jalan menuju 2030 dimulai dari tanda tangan kontrak ini.













