INDONESIAONLINE – Di Sabu Raijua, sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang seharusnya menjadi oase aman bagi anak-anak, bayang-bayang gelap menyelimuti ruang kelas.
Oknum guru berinisial BEKD, yang selama ini dipercaya mendidik tunas bangsa di salah satu sekolah dasar, kini mendekam di balik jeruji besi setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap sejumlah muridnya.
Kecurigaan itu bermula dari keberanian seorang siswa kelas VI yang mengurai cerita pedih kepada orang tuanya. Pengakuan polos itu sontak mengguncang keluarga, mengubah kepercayaan menjadi amarah tak terkira.
Orang tua korban yang syok dan geram tak tinggal diam; laporan pun segera dilayangkan ke Kepolisian Resor (Polres) Sabu Raijua pada 14 Mei 2025.
Sejak saat itu, kasus ini menjadi fokus utama aparat. Penyelidikan maraton pun digulirkan. “Polres Sabu Raijua telah menerima laporan polisi pada tanggal 14 Mei 2025 dan saat ini sedang menangani kasus tersebut secara serius dan profesional,” terang Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah NTT, beberapa waktu lalu.
Penyidik bekerja keras mengumpulkan setiap kepingan puzzle. Mereka memeriksa sejumlah saksi, termasuk para korban yang masih di bawah umur, dan tentu saja, BEKD. Akhirnya, di hadapan penyidik, BEKD tak dapat lagi menyembunyikan kejahatannya. Pengakuannya menjadi kunci bagi penegak hukum.
“Kita sudah jadikan tersangka dan ditahan sejak kemarin (Jumat, 30 Mei 2025),” ujar Kepala Kepolisian Resor Sabu Raijua, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Paulus Naatonis, Sabtu (31/5/2025).
Penahanan ini berlaku selama 20 hari ke depan, sembari polisi mengamankan sejumlah barang bukti untuk memperkuat kasus.
Paulus menjelaskan bahwa pihak kepolisian berkomitmen penuh untuk menyelesaikan kasus pencabulan anak ini. “Kita segera lengkapi berkas perkara untuk diserahkan ke jaksa,” tambahnya.
Kasus ini tak hanya mengguncang lingkungan sekolah tempat BEKD mengajar, tetapi juga menyisakan trauma mendalam bagi para korban dan kekhawatiran bagi seluruh masyarakat NTT. Peran seorang guru yang seharusnya menjadi pelindung, justru merusak kepercayaan.
Harapan akan keadilan bagi para korban kini tertumpu pada proses hukum yang transparan dan tuntas, demi memastikan tidak ada lagi predator yang leluasa di lingkungan pendidikan. Kasus ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan perlindungan anak di setiap lini kehidupan.