INDONESIAONLINE – Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) Ke-23 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang resmi ditutup. Forum dengan diskusi strategis dan menghadirkan para pakar serta pemuka agama dari dalam maupun luar negeri itu kemudian menghasilkan Piagam Semarang.

Piagam Semarang ini muncul setelah melalui berbagai kegiatan diskusi bersama para tokoh, para pakar dan pemuka agama dari dalam maupun luar negeri.

Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang Prof Dr Zainuddin MA membenarkan bahwa dalam AICIS Ke-23 menghasilkan sebuah komitmen yang dinamakan Piagam Semarang.

Piagam Semarang yang berisi rumusan atau komitmen bersama dalam merefleksikan ulang peran agama dalam menghadapi krisis kemanusiaan yang berkembang.

“Saya kira, AICIS sangat relevan dengan situasi dunia saat ini, terutama melihat krisis kemanusiaan yang terus melanda,” jelasnya.

Lebih dari itu, selaras dengan komitmen dalam Piagam Semarang itu bahwa perdamaian dunia dan dalam menghadapi krisis kemanusiaan menjadi perhatian bersama. Pihaknya berharap, ke depan forum ini akan terus berlanjut dan membawa kebermanfaatan.

“Kami berharap forum ini menjadi tradisi intelektual yang terus berkontribusi dalam pembangunan nasional khususnya dan dunia umumnya dalam menciptakan perdamaian dan mengatasi krisis kemanusiaan ,” kata Prof Zainuddin, Minggu (4/2/2024).

Seperti diketahui sebelumnya, forum AICIS ini dihadiri para tokoh, para pakar maupun para pimpinan perguruan tinggi keagamaan Islam dan para partisipan lainnya. Forum ini mengusung tema strategis “Redefining the Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights.”

Baca Juga  UIN Malang Berkibar di Kancah Internasional, Mahasiswanya Rebut Perak Ajang AADC di Oman

Sementara itu, dalam Piagam Semarang berisi 9 poin rumusan sebagai berikut:

Piagam Semarang AICIS KE-23 di UIN Walisongo Semarang Tahun 2024

Dalam rangka mendefinisikan ulang peran agama dalam mengatasi krisis kemanusiaan, maka kami merumuskan Piagam Semarang ini sebagai berikut:

1. Keyakinan, tradisi, dan praktik keagamaan di seluruh dunia begitu kaya, beragam, dan tidak bisa ditafsirkan secara monolitik, sehingga masing-masing perlu mengenali dan menghormati keragaman ini sebagai sumber kekuatan dan pemahaman dalam merespons krisis kemanusiaan.

2. Dalam menghadapi krisis kemanusiaan akhir-akhir ini, komunitas agama-agama harus bersama-sama memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat untuk meringankan penderitaan, membangun solidaritas, dan menciptakaan keadilan dan kesetaraan.

3. Ajaran agama harus ditafsirkan dan diterapkan dengan cara-cara yang sejuk dan moderat untuk melindungi martabat setiap individu, sehingga diperlukan advokasi untuk menjaga hak asasi manusia dan keadilan sosial di setiap elemen kehidupan manusia.

4. Untuk menghindari sedikit mungkin terjadinya konflik sosial, ekonomi, bahkan politik, para pemimpin dan lembaga agama harus secara aktif terlibat dalam dialog antar agama dan kepercayaan, menghindari sentimen agama, membina pemahaman, dan kerja sama yang utuh sebagai jembatan empati antar sesama umat manusia,

Baca Juga  Pernah Pimpin Ranting, MWC, PCNU dan PWNU, Dukungan ke Kiai Marzuki Menguat

5. Menyadari hubungan yang tidak bisa dilepaskan antara agama, kemanusiaan, dan lingkungan, dibutuhkan komitmen untuk mempromosikan segala praktik berkelanjutan yang berkontribusi pada pengelolaan lingkungan hidup dan kesejahteraan planet serta penghuninya.

6. Masifnya kejahatan dan kebrutalan terhadap sesama manusia akhir-akhir ini, komunitas agama-agama dan keyakinan berkomitmen dan kerja yang nyata dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang terdampak untuk meringankan penderitaan dan mempercepat pemulihan mereka tanpa memandang agama dan keyakinannya.

7. Komunitas agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk melakukan pemberdayaan dan penguatan yang berkelanjutan bagi masyarakat tanpa memandang agama dan keyakinan guna menghindari berulangnya konflik.

8. Untuk menjauhkan diri dari sentimen dan provokasi yang dapat merusak hubungan sosial antarsesama umat manusia, komunitas agama-agama dan keyakinan perlu mempromosikan penggunaan teknologi secara bijak dalam rangka menghindari eskalasi konflik yang semakin meningkat.

9. Para pemimpin agama-agama dan keyakinan berkomitmen untuk mendorong terbentuknya kepemimpinan moral yang dapat menumbuhkan kepercayaan dalam komunitas masing-masing dan masyarakat yang lebih luas.

Piagam ini merupakan komitmen bersama untuk merefleksikan ulang peran agama dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang berkembang. Tanpa aksi nyata dari semua pihak melalui kesadaran, dialog, dan kolaborasi terus-menerus, semua prinsip yang telah disampaikan di atas tidak dapat berjalan dengan efektif.