INDONESIAONLINE – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan sejumlah kelompok buruh terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Putusan ini mengubah beberapa ketentuan penting dalam UU Cipta Kerja, termasuk pengaturan durasi kerja dan hak libur bagi pekerja.
“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023, dikutip laman resmi MK.
Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh bersama beberapa serikat buruh. Di antaranya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Putusan MK mencakup pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja. Sedangkan beberapa gugatan lainnya ditolak karena dianggap tidak beralasan hukum. Berikut 12 poin utama dalam putusan MK:
1. Pemisahan UU Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja
MK memerintahkan pembuatan undang-undang ketenagakerjaan yang terpisah, agar tidak terjadi tumpang-tindih norma yang dapat memicu ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
2. Prioritas Tenaga Kerja Lokal dan Regulasi TKA
MK menegaskan perlunya prioritas terhadap tenaga kerja lokal dengan menambahkan ketentuan yang memastikan bahwa tenaga kerja asing (TKA) hanya dipekerjakan untuk jabatan dan waktu tertentu dengan memperhatikan tenaga kerja lokal. Frasa tambahan “memperhatikan pengutamaan tenaga kerja Indonesia” ditambahkan dalam Pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja.
3. Durasi Kontrak PKWT Maksimal 5 Tahun
MK memutuskan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal berlaku selama 5 tahun, termasuk perpanjangan kontrak. Ketentuan ini memberikan batasan jelas terkait kontrak kerja, yang sebelumnya diatur oleh perjanjian atau kesepakatan kerja.
4. Pembatasan Outsourcing
MK menyatakan bahwa UU Ketenagakerjaan yang baru harus mengatur jenis dan bidang pekerjaan yang dapat di-outsourcing, sehingga pekerja mendapat perlindungan hukum yang adil. Standar tersebut diperlukan untuk menghindari sengketa antara pekerja dan perusahaan terkait praktik outsourcing.
5. Pemberlakuan 2 Hari Libur dalam Seminggu
MK memutuskan bahwa pekerja berhak atas libur dua hari dalam seminggu, dengan opsi lima hari kerja. Sebelumnya, UU Cipta Kerja hanya memberikan hak libur satu hari dalam seminggu.
6. Komponen Upah untuk Memenuhi Kebutuhan Hidup Layak
MK meminta agar komponen upah yang diatur dalam UU Cipta Kerja mencakup kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarga, termasuk kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan jaminan hari tua.
7. Kembalinya Peran Dewan Pengupahan
Dewan pengupahan yang sebelumnya dihapus dalam UU Cipta Kerja harus diaktifkan kembali agar kebijakan pengupahan tidak hanya ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah pusat, melainkan melalui peran serta pemerintah daerah dan perwakilan pekerja.
8. Struktur dan Skala Upah yang Proporsional
MK menambahkan istilah “proporsional” pada struktur dan skala upah, sehingga perhitungan upah mempertimbangkan kontribusi pekerja dalam pertumbuhan ekonomi daerah serta kebutuhan hidup layak.
9. Pemberlakuan Upah Minimum Sektoral
MK mengembalikan ketentuan upah minimum sektoral (UMS) yang sebelumnya dihapus. UMS dianggap penting karena setiap sektor memiliki karakteristik dan risiko pekerjaan yang berbeda.
10. Keterlibatan Serikat dalam Penentuan Upah
MK mengatur bahwa serikat pekerja harus dilibatkan dalam penentuan upah di atas batas minimum, dengan mempertimbangkan masa kerja, jabatan, pendidikan, dan kompetensi. Ini bertujuan untuk memastikan adanya kesepakatan yang adil antara pekerja dan perusahaan.
11. PHK Memerlukan Putusan Inkrah
MK menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) harus melalui perundingan antara perusahaan dan pekerja. Jika tidak ada kesepakatan, PHK hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
12. Batas Bawah Uang Penghargaan Masa Kerja
MK memutuskan bahwa ketentuan dalam UU Cipta Kerja mengenai uang penghargaan masa kerja (UPMK) harus mencantumkan batas bawah, sehingga nominal UPMK sesuai dengan ketentuan “paling sedikit” yang melindungi hak pekerja sesuai dengan konstitusi.
Demikian 12 poin penting putusan MK dalam Uji Materi UU Cipta Kerja yang telah diketok palu pada Kamis, (31/10). Uji Materi ini diketok jelang penetapan UMP 2025, pada 21 November 2024 mendatang.
Kabar paling anyar, Serikat buruh KSPSI dan KSPI mendesak pemerintah agar mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Buruh bahkan mengancam akan mogok nasional selama 1 bulan jika tuntutan itu tidak dipenuhi. Sebanyak kurang lebih 5 juta buruh dari 15 ribu pabrik se-Indonesia direncanakan akan mengikuti mogok nasional tersebut. (bn/hel)