INDONESIAONLINE – Selama beberapa dekade, Israel dan Iran telah melancarkan perang bayangan di Timur Tengah, saling bertukar serangan melalui darat, laut, udara, dan dunia maya. Rentetan drone dan rudal yang diluncurkan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4/2024) malam lalu merupakan serangan kali pertama Iran ke Israel secara langsung dari wilayahnya sendiri dan menjadi peristiwa bersejarah.

Kini hubungan Iran dan Israel makin memburuk, terutama sejak Iran melakukan serangan pada 13 April terhadap Israel sebagai respons terhadap jet perang Israel yang menargetkan konsulat Iran di Suriah awal April lalu yang menyebabkan kematian komandan militer seniornya.

Bagi Teheran, Israel tidak punya hak untuk hidup. Para penguasa Iran menganggap Israel sebagai “setan kecil” sekaligus sekutu Amerika Serikat yang mereka sebut sebagai “setan besar”. Iran ingin keduanya menghilang dari Timur Tengah.

Di lain pihak, Israel menuduh Iran mendanai kelompok “teroris” dan melakukan serangan terhadap kepentingannya yang dimotivasi oleh sikap anti-Yahudi dari para ayatollah.

Persaingan antara dua “musuh bebuyutan” ini telah menimbulkan banyak korban jiwa, sering kali akibat tindakan rahasia yang tidak diakui oleh pemerintah mana pun.

Bagaimana permusuhan antara Israel dan Iran bermula?

Dilansir Iran Primer, sejak revolusi Islam 1979, konflik Iran-Israel secara bertahap telah berkembang secara geografis dan strategis.

Hubungan Iran dengan Israel tidak begitu rumit. Setelah Israel merdeka pada 1948, kedua negara sempat mengembangkan hubungan karena alasan strategis dan ekonomi.

Pada 1950-an, sebagai bagian dari “doktrin pinggiran (periphery doctrine)” Perdana Menteri David Ben-Gurion, Israel mulai membina hubungan dengan negara-negara non-Arab dan etnis minoritas.

Kedua negara juga memiliki hubungan yang kuat dengan Amerika Serikat dan menentang upaya Soviet untuk mendapatkan pengaruh di wilayah tersebut.

Iran menjadi importir terbesar senjata Israel sekaligus mengekspor minyak ke negara tersebut. Israel pun memiliki misi diplomatik di Teheran. Selama tiga dekade, antara 1948-1978, hubungan mereka terjalin baik.

Baca Juga  Infeksi Jamur Mematikan Serang Tentara Israel, Berikut Kronologinya

Tapi hubungan tiba-tiba pecah setelah monarki digulingkan pada 1979. Rezim teokratis baru Iran memberi AS label sebagai “Setan Besar” dan melabeli Israel sebagai “Setan Kecil”. Rezim Iran juga meninggalkan Israel dan mendukung perjuangan Palestina.

Ketegangan semakin terasa setelah Israel menginvasi Libanon pada 1982. Saat itu, Operasi Perdamaian untuk Galilea berusaha memaksa sekutu Iran, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), keluar dari Libanon.

Teheran lalu mengirim sekitar 1.500 penasihat Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) ke Lembah Bekaa bagian timur Libanon. Mereka tidak menghadapi Israel, tapi justru memobilisasi, melatih, dan melengkapi milisi bawah tanah yang berkembang menjadi Hizbullah.

Hizbullah telah melambangkan strategi besar Iran untuk menciptakan kekuatan proksi di seluruh Timur Tengah guna mempromosikan kepentingan dan ideologi Iran.

Setelah PLO dipaksa menarik diri dari Beirut pada 1982, Hizbullah secara bertahap mengambil peran sebagai kekuatan utama untuk melawan Israel.

Pada 1983, Hizbullah memelopori penggunaan bom bunuh diri untuk mengusir pasukan Barat dan Israel dari Libanon.

Pengeboman pertama terhadap Israel terjadi pada 4 November 1983, ketika sebuah mobil yang membawa 600 kilogram bahan peledak memasuki markas Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di selatan Tyre dan menewaskan 28 orang Israel.

Sepanjang 1990-an, Hizbullah terus terlibat dalam peperangan intensitas rendah dengan IDF dan Tentara Libanon Selatan. Pada tahun 2000, lebih dari 900 tentara Israel tewas di Libanon.

Kemudian pada Mei 2000, Israel secara sukarela menarik diri dari Libanon selatan. Ini adalah pertama kalinya Israel menyerahkan wilayah Arab tanpa perjanjian damai.

Selama empat dekade terakhir, Iran menghindari perang besar-besaran dengan Israel atas Palestina, tapi pihaknya juga berulang kali memperingatkan konsekuensi serius jika Israel menyerang Republik Islam.

Setiap dekade pula, permusuhan antara Iran dan Israel kian meningkat. Iran mengumpulkan semakin banyak mitra atau proksi dengan senjata yang semakin canggih.

Ditambah lagi, penarikan Presiden Donald Trump secara sepihak pada Mei 2018 dari kesepakatan nuklir Iran 2015 telah memantik ketidakstabilan di kawasan tersebut.

Baca Juga  Gencatan Senjata Berakhir, Israel Lanjutkan Bombardir Gaza

Sempat mesra

Meski begitu, kondisi yang saling hajar saat ini berkebalikan dengan peristiwa sebelumnya. Sebelum tahun 1979 atau saat Republik Islam Iran belum berdiri, Iran-Israel merupakan sekutu mesra.

Ketika Israel diproklamirkan, banyak negara Arab yang mayoritas Muslim menentang pendiriannya. Salah satu cara untuk meredam tentangan tersebut adalah lewat kerjasama. Pada titik ini, Iran jadi salah satu negara yang menerima dengan tangan terbuka kerjasama Israel.

Di bawah kuasa, Mohammad Reza Pahlavi Iran akhirnya menyetujui proposal kerjasama diplomatik dengan Israel. Reza yang pro-Barat sedari awal telah melihat cerahnya masa depan Iran jika hubungan dengan Israel terjalin. Pasalnya, dia takut terhadap agresi Uni Soviet di Timur Tengah. Tidak menutup kemungkinan, sewaktu-waktu Iran terpengaruh oleh rezim komunis bawaan Soviet.

Jadi, sebagai upaya mencari bekingan, Iran menjalin hubungan dengan Israel pada 1953. Seperti dugaan Reza, hubungan bersama Israel membuat Iran menjadi ‘cerah’, khususnya dari segi ekonomi.

Marta Furlan dalam studi berjudul “Israeli-Iranian Relations” (2022) menjelaskan, beberapa kali Iran mendapat proyek menguntungkan hasil kerjasama Israel dan AS. Proyek ini lantas membuat pendapatan negara meningkat pesat. Selain itu, kedua negara juga saling terlibat di sektor militer.

Pada 1960-an, misalnya, kedua negara menganggap Irak sebagai ancaman bersama. Bahkan, secara terbukti membantu gerakan Kurdi yang memberontak di Irak. Tak hanya itu, keduanya juga sempat mengerjakan persenjataan rudal bersama.

Semua itu dilakukan selama lebih kurang 20 tahun, atau saat berulangkali terjadi aksi penindasan Israel terhadap Palestina, negara yang sangat dibela oleh negara Muslim di seluruh dunia.

Namun, kemesraan itu sirna pada 1979. Revolusi Iran membuat Reza Pahlavi terguling dari kursi kekuasaan. Revolusi itu juga mengubah Iran menjadi Republik Islam Iran yang sangat garang terhadap Israel dan AS. (Mut/Yak)