INDONESIAONLIIE – Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang Prof Dr HM Zainuddin MA menjadi pembicara utama di seminar internasional.

Dalam seminar internasional yang digelar STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang, Senin (27/11/2023), Prof Zain (sapaan akrab Rektor UIN Maliki Malang) menyampaikan materi terkait Pendidikan Inklusif.

Pendidikan Inklusif, ucapnya, adalah pendidikan yang mencakup seluruh lapisan masyarakat dan tidak membatasi kelompok tertentu atau education for all. Termasuk juga untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

“Artinya, layanan pendidikan yang melibatkan ABK belajar bersama para siswa yang normal. Hal ini sesuai dengan Permendiknas 70/2009 Pasal 1,” ucap Prof Zain.

Pendidikan Inklusif, lanjutnya, memiliki landasan filosofis dan yuridis. Yakni, prinsip Bhineka Tunggal Ika, serta deklarasi Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Hak Anak (1989), dan kebijakan global Education for All oleh UNESCO (1990), Perjanjian UNESCO di Salamanca tentang Pendidikan Inklusif (1994), Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 (1).

Baca Juga  Persiapkan Mahasiswa Mbangun Desa, Himaprodi PPKN Unisba Blitar Gelar Seminar Demokrasi

Prof Zain juga menyampaikan terkait pendidikan agama saat ini. Secara empiris pendidikan ini tidak memiliki kekuatan yang signifikan karena pengaruhnya masih kalah dengan kekuatan bisnis dan politik.

Diduga, pusat kebudayaan saat ini bukan berada di dunia akademis, melainkan di dunia bisnis dan politik. “Dalam kondisi seperti ini, lembaga pendidikan Islam terancam subordinasi,” ujarnya.

Tantangan lain, mayoritas umat Islam juga kurang menghargai nilai-nilai Islam itu sendiri, seperti menjaga waktu, janji, disiplin dan ketertiban, serta hal-hal lain yang patut diperhatikan oleh umat Islam sendiri.

“Yang akhirnya memunculkan kesenjangan antara nilai dan praktik dalam masyarakat muslim,” paparnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa peran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang belum sepenuhnya berhasil membentuk generasi karena pengajaran agama yang bersifat simbolik-ritualistik dan ketidakseimbangan dalam tiga ranah nilai: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Baca Juga  Dua Alumni UIN Maliki Malang Raih Beasiswa BIB LPDP dan Lanjutkan Studi di Luar Negeri

Lebih lanjut, solusinya adalah mencakup pengembangan pluralitas agama sebagai kekuatan konstruktif-transformatif, mereview kurikulum yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan agama damai, dan menanamkan nilai agama dalam ranah publik.

Dikatakannya, melalui seminar ini, tentunya menjadi wadah refleksi dalam menciptakan sebuah harmoni umat beragama, khususnya di Indonesia.

“Fokusnya ada pada reorientasi pendidikan agama, yang bersifat universal dan humanis serta peningkatan kualitas pendidikan pada setiap komunitas agama,” pungkasnya (as/dnv).