INDONESIAONLINE – Industri perfilman penuh dengan beragam cerita, namun tak jarang layar lebar mengundang kontroversi hingga berujung pelarangan penayangan. Perbedaan norma budaya, isu sensitif, hingga kebijakan pemerintah menjadi sejumlah faktor yang membuat sebuah film dianggap tak layak tayang di suatu negara.
1. Konten Sadis dan Eksploitasi Seksual: “A Serbian Film” (2010)
Film horor asal Serbia ini langsung mengundang kecaman karena adegan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak-anak yang eksplisit. Tak heran, lebih dari 40 negara melarang penayangannya.
A Serbian Film bukanlah tontonan biasa. Film ini adalah tamparan keras, ajakan menyelami sisi tergelap jiwa manusia yang bahkan sulit dibayangkan. Di balik layar, terbersit pertanyaan tentang batasan moral, eksploitasi, dan sisi kelam industri film dewasa.
Milos, mantan bintang film porno yang diperankan Srdjan Todorovic, kembali ke dunia yang pernah membesarkan namanya demi mengatasi kesulitan ekonomi. Tawaran fantastis dari sutradara misterius, Vukmir (Sergej Trifunovic), membawanya pada perjalanan mengerikan yang tak pernah terbayangkan.
Tanpa naskah, hanya arahan samar melalui earphone, Milos masuk ke dalam labirin gelap tanpa tahu batas moral dan kewarasan.
A Serbian Film jauh melampaui batasan horor konvensional. Kengerian yang disajikan bukan sekadar adegan sadis fisik, tapi menancap jauh ke dalam relung moral dan psikologis penonton. Film ini memaksa kita berkonfrontasi dengan sisi tergelap kemanusiaan, mengusik rasa empati dan menimbulkan pertanyaan tentang batas kewajaran.
2. Kengerian Realistis “The Texas Chain Saw Massacre” (1974)
Film slasher klasik ini dicekal di beberapa negara karena adegan kekerasan brutal yang dianggap terlalu sadis dan mengerikan.
Film The Texas Chainsaw Massacre memperkenalkan kita pada satu keluarga kanibal, di mana salah satu anggota keluarga tersebut kemudian menjadi karakter legendaris dalam dunia film horror.
Ia adalah seorang tukang jagal mengerikan bertubuh besar dengan gangguan jiwa, mengenakan celemek penuh bercak darah serta topeng yang terbuat dari kulit wajah manusia sebagai ciri khas utamanya.
Saudaranya memanggilnya dengan nama Leatherface. Dalam film ini, ada 3 topeng berbeda yang ia gunakan, dan kesemuanya tentu sama mengerikannya.
3. Kontroversi Religius: “The Last Temptation of Christ” (1988) & “Hail Mary” (1985)
Kedua film ini menuai protes dari umat Kristen. “The Last Temptation of Christ” dianggap menghina Yesus Kristus, sementara “Hail Mary” dikecam karena penggambaran Bunda Maria yang dianggap menistakan.
4. Batasan Norma Seksual: “Fifty Shades of Grey” (2015) & “The 120 Days of Sodom” (1975)
Konten seksual eksplisit dalam “Fifty Shades of Grey” membuatnya dicekal di sejumlah negara yang konservatif. Sementara itu, “The 120 Days of Sodom”, dengan gambaran kekerasan seksual ekstrem selama Perang Dunia II, dilarang di banyak negara karena sifatnya yang sangat kontroversial.
5. Provokasi dan Kritik Sosial: “The Da Vinci Code” (2006) & “A Clockwork Orange” (1971)
“The Da Vinci Code”, dengan interpretasinya terhadap sejarah Kristen, menuai protes dari Vatikan. Sedangkan “A Clockwork Orange”, meski dipuji secara sinematik, dilarang di beberapa negara karena mengandung unsur kekerasan dan kritik sosial yang tajam.
6. “Lolita” (1962) dan “Cannibal Holocaust” (1980): Melanggar Norma Moral dan Etika
“Lolita” dilarang karena mengangkat tema pedofilia yang sangat tabu. “Cannibal Holocaust”, film kanibal dengan kekerasan eksplisit terhadap manusia dan hewan, juga dilarang di banyak negara karena sifatnya yang sangat sadis dan disturbing.
Penting untuk diingat bahwa sensor film bersifat relatif. Apa yang dilarang di satu negara, bisa saja tayang bebas di negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa norma sosial, budaya, dan politik setiap negara berperan penting dalam menentukan batas kebebasan bereksperimen dalam dunia perfilman.