Beranda

Kebaya Merah di Vatikan: Siti Maryam Hadiah Megawati untuk Paus Fransiskus

Kebaya Merah di Vatikan: Siti Maryam Hadiah Megawati untuk Paus Fransiskus
Lukisan Siti Maryam karya Sigit Santoso yang diberikan Megawati Soekarnoputri untuk Paus Fransiskus di Vatikan (youtube)

INDONESIAONLINE – Di jantung Vatikan yang sarat sejarah dan tradisi, sebuah kejutan budaya dari belahan dunia Timur tersaji. Bukan dalam bentuk artefak kuno atau permadani mewah, melainkan melalui kanvas berukuran sedang yang memancarkan kehangatan warna dan simbolisme mendalam.

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dalam pertemuan bersejarah dengan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Dunia, Paus Fransiskus, menghadirkan sebuah kado tak biasa: lukisan “Siti Maryam”.

Di tengah hiruk pikuk KTT Pemimpin Dunia tentang Hak Anak, di Istana Apostolik yang megah, lukisan berukuran 90×145 cm itu menjadi jembatan budaya dan spiritual. Bukan sekadar hadiah seremonial, Siti Maryam adalah narasi visual yang kaya, sebuah dialog bisu antara Jawa dan Vatikan, antara tradisi dan modernitas, antara seni dan keyakinan.

Lukisan Siti Maryam (dokumen pribadi Sigit Santoso)

Bunda Maria Berbalut Jawa: Perpaduan Harmoni dalam Kanvas

Bayangkan Bunda Maria, sosok sentral dalam agama Katolik, hadir dalam balutan kebaya merah menyala, kain jarik coklat lembut, dan kerudung putih anggun.

Bukan gaun biru klasik atau jubah keemasan, melainkan kebaya kutu baru, busana tradisional perempuan Jawa yang sarat makna. Lukisan karya F. Sigit Santoso ini adalah representasi visual yang berani dan inovatif, sebuah akulturasi budaya yang memukau.

Bunda Maria dalam “Siti Maryam” tidak digambarkan di gua Betlehem atau bukit Golgota, melainkan berdiri anggun di tengah serumpun melati putih merekah.

Tangan terentang, telapak tangan menghadap langit, seolah menyambut rahmat dan menebarkan kasih. Di atas kepalanya, lingkaran halo keemasan memancar, simbol keilahian yang tak lekang oleh waktu, namun kini berpadu harmonis dengan busana Jawa yang membumi.

Sentuhan Kuas Kilat, Makna Mendalam Terukir

Di balik keindahan visual Siti Maryam, tersimpan kisah proses kreatif yang tergesa namun penuh perhitungan. F. Sigit Santoso, pelukis kelahiran Ngawi yang menetap di Yogyakarta, mengakui bahwa pesanan lukisan ini datang mendadak, dengan tenggat waktu yang singkat—kurang dari dua minggu.

“Karya mendadak, tanpa persiapan juga,” ungkap Sigit melalui sambungan telepon dikutip dari kompas.com.

Sebagai pelukis realis yang terbiasa dengan cat minyak dan kanvas, tantangan waktu ini cukup menguji adrenalinnya. Namun, panggilan tugas dan kehormatan untuk mempersembahkan karya bagi tokoh dunia, memacunya untuk bekerja cepat dan cerdas.

Sigit tidak hanya sekadar melukis sosok Bunda Maria. Ia meriset, merenungkan, dan mencari inspirasi dari berbagai sumber, termasuk lukisan Bunda Maria Jawa karya Basoeki Abdullah. Namun, ia menegaskan bahwa Siti Maryam memiliki identitasnya sendiri, dengan sentuhan khas Sigit Santoso yang tak mungkin tertukar.

Simbolisme “Gulo Klopo” dan Kuntum Melati

Kebaya merah dan kerudung putih, bagi Sigit, adalah representasi “gulo klopo”—manis dan gurih, merah dan putih, keberanian dan kesucian. Kerudung putih, yang terinspirasi dari penutup kepala muslimah dan suster zaman dulu, menjadi simbol akulturasi yang halus, jauh dari kesan tertutup atau eksklusif. Kebaya kutu baru, busana Jawa klasik, semakin memperkuat identitas keindonesiaan lukisan ini.

Awalnya, Sigit ingin menggunakan motif parang pada kain jarik Bunda Maria. Namun, Megawati menginginkan sesuatu yang lebih lembut, yang merepresentasikan cinta kasih, bukan perlawanan.

Maka, motif parang yang bernuansa perang diganti dengan truntum kontemporer, corak yang melambangkan cinta yang tumbuh tak henti, perlindungan, dan kasih sayang.

Simbol ular di bawah kaki Bunda Maria pun dihilangkan, diganti dengan kuntum-kuntum melati. Melati, bunga khas Indonesia, simbol penghormatan kepada perempuan, lambang kesucian, dan aroma nusantara yang memikat.

Perubahan ini semakin mempertegas pesan utama lukisan: cinta kasih universal yang melampaui batas budaya dan agama.

Siti Maryam: Pesan Cinta dari Indonesia untuk Dunia

Judul Siti Maryam dipilih Sigit sebagai penghormatan terhadap akar budaya Jawa. “Maria Jawa ya harus pakai imbuhan Siti,” ujarnya singkat.

Lebih dari sekadar nama, Siti Maryam adalah identitas, penanda bahwa lukisan ini lahir dari rahim budaya Indonesia, dipersembahkan dengan cinta dan harapan untuk dunia.

Hadiah lukisan Siti Maryam bukan sekadar seremoni diplomasi. Ia adalah simbol persahabatan, jembatan dialog antarbudaya, dan pesan universal tentang cinta kasih dan perdamaian.

Di Vatikan, di hadapan Paus Fransiskus, kebaya merah Siti Maryam berkisah tentang Indonesia yang beragam, yang menghargai perbedaan, dan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah hadiah dari Timur, yang diharapkan dapat menyentuh hati dan menginspirasi dunia.

Exit mobile version