JATIMTIMES – Menyandang predikat sebagai salah satu cabai terpedas di dunia, nama Carolina Reaper sudah tidak asing lagi di kalangan penikmat makanan atau masakan pedas. Di Indonesia, kedai atau restoran yang menyediakan makanan dengan olahan Carolina Reaper juga masih terbilang sedikit.
Di samping harganya yang cenderung masih mahal, juga tidak banyak petani di Indonesia menanam tanaman asal Negeri Paman Sam Amerika Serikat ini. Namun, ada kabar gembira bagi penikmat pedas di Malang. Salah satu kedai di Kota Malang, menyediakan olahan masakan dengan Carolina Reaper.
Kedai tersebut adalah Superames, yang terletak di Jl. Terusan Sulfat No.124, Pandanwangi, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Kedai ini sebenarnya hanya menyediakan masakan-masakan khas rumahan. Sesuai dengan namanya, makanan yang dijual di kedai ini bernuansa nasi rames.
“Spesialnya kita punya Carolina Reaper, cabai terpedas di dunia,” ujar pemilik Kedai Superames, Martalinda Basuki.
Dirinya memang sengaja menghadirkan konsep masakan khas rumahan dengan ciri khas rasa pedas. Namun, wanita yang akrab disapa Lala ini berharap bahwa olahan Carolina Reaper yang ia jual bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para penghobi pedas, khususnya di Malang.
“Produk kita ada tiga level, selain nasi kita ada kripik. Jadi untuk supply Carolina Reaper kita kerjasama dengan petani Carolina di Indonesia satu-satunya,” terang Lala.
Untuk tarif yang ia patok dalam satu porsi makanan, berkisar di antara Rp 15 ribu hingga Rp 28 ribu. Namun, pelanggan juga bisa memesan olahan sambal dengan cabai Carolina Reaper. Per biji cabai Carolina Reaper ia banderol dengan harga Rp 15 ribu.
“Jadi kita sajikan dalam satu cobek. Misalnya (pelanggan) request cabai Carolina Reapernya satu (biji). Kita sajikan di cobek itu utuh, biar diulek sendiri,” imbuh Lala.
Sebagai informasi, satuan tingkat kepedasan biasanya disebut dalam satuan scoville atau disebut Scoville Heat Unit (SHU). Jika cabai pada umumnya tingkat kepedasannya berkisar di angka 50 ribu SHU, tingkat kepedasan Carolina Reaper bisa mencapai 2 juta SHU.
Riski Wijaya