Mangkuk Ayam Jago: Sejarah dan Filosofinya

INDONESIAONLINE – Mangkuk ayam jago. Mangkuk porselen berwarna putih dengan gambar ayam jago berjengger merah serta bunga di sampingnya, tentu sangat familiar bagi kita semua.

Mangkuk ayam jago juga dikenal luas di Hong Kong. Bahkan berbagai food court dan restoran-restoran China juga masih memakainya.

Dari berbagai literatur, ternyata mangkuk ini memiliki sejarah panjang dan nilai filosofi tinggi.

Sejarah Mangkuk Ayam Jago

Mangkuk ayam jago berasal dari Provinsi Guangdong, China Selatan. Desainnya sendiri sudah ada sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Mangkuk ini dulu diekspor menuju Thailand dari China.

Orang yang menciptakannya adalah para pengrajin di Hakka dan melukisnya dengan tangan. Tidak seperti yang diproduksi massal, mangkuk ayam jago yang asli punya sedikit perbedaan di segi ukuran dan pola desainnya.

Dikutip dari Google, pada 1957 para pedagang di wilayah Lampang membuka banyak pabrik mangkuk ayam jago. Daerah tersebut memiliki banyak mineral lempung yang lebih cocok untuk membuat keramik.

Ketika warga Lampang mulai memproduksinya secara massal, produk tersebut jadi salah satu yang paling laris dari kawasan tersebut. Hal ini berdampak positif terhadap stabilitas keuangan dan kebebasan untuk penduduk lokal.

Baca Juga  Turis Buat Air Mendidih Jadi Awan Es di Suhu Superdingin Finlandia

Walau Lampang terus memproduksinya sampai sekarang, cuma sedikit pabrik yang bisa mendesainnya sesuai gaya dan bahan tradisional. Oleh sebab itu, mangkuk yang asli dengan lukisan tangan menjadi barang koleksi yang langka.

Mangkuk Ayam Jago Dinasti Ming yang dihargai Rp 409 miliar

Diterangkan dalam CultureGuru, dalam bahasa Hokkien, kata ayam punya cara penyebutan yang sama dengan kata rumah atau keluarga. Banyak orang yang yakin, dengan makan di mangkuk ayam jago, maka keluarga mereka bisa menjadi makmur.

Seperti disebutkan sebelumnya, ayam jago adalah simbol kerja keras. Di samping itu, hewan tersebut juga dianggap sebagai lambang jiwa petarung dan keluarga yang makmur.

Ayam jantan digunakan, alih-alih ayam betina, karena berkaitan dengan budaya patriarki di China pada saat itu. Laki-laki lebih disukai ketimbang perempuan, bahkan anak laki-laki yang dilahirkan juga dianggap sebagai berkah yang besar.

Oleh karena itu, dahulu orang Hakka memberi mangkuk ayam jago untuk anak laki-laki mereka. Kemudian, nama putranya diukir di mangkuk sebagai tanda bahwa yang bersangkutan akan terus diingat leluhur hingga pemilik mangkuk itu wafat.

Baca Juga  Sejarah Kampung Kertoembo: Dulu Ramai, Kini Sepi

Filosofi Mangkuk Ayam Jago

Dilansir dari akun Tiktok @goodnewsfromindonesia, filosofi gambar ayam di mangkuk tersebut diketahui sudah ada sejak zaman Dinasti Ming. Tepatnya pada era pemerintahan Kaisar Chenghua sekitar tahun 1465 hingga 1487.

Kala itu, sang kaisar meminta untuk dibuatkan empat cawan dengan simbol ayam jago dan ayam betina kepada pengrajin keramik. Adapun cawan tersebut dikenal dengan Jigangbei atau cawan ayam yang terdiri gambar ayam jago, ayam betina, dan anak ayam sebagai perlambang kemakmuran.

Selain itu, mangkuk ayam jago sejatinya memiliki tiga motif yang berbeda. Pertama, ayam jago warna merah dan hitam, kemudian bunga peony merah, serta motif daun pisang.

Bukan tanpa alasan, setiap simbol atau gambar memiliki makna tersendiri. Ayam jago melambangkan jiwa petarung, kerja keras, serta keluarga yang makmur. Kemudian bunga peony melambangkan kemakmuran dan kekayaan.

Sedangkan motif daun pisang melambangkan kesuksesan dan keberuntungan. Pada perkembangannya, mangkuk ayam jago disukai banyak Kaisar di China. Tak jarang, mereka tidak segan membayar mahal untuk bisa mendapatkannya (ina/dnv).