Temuan belatung pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sorong membuka borok masalah sistemik. Insiden serupa di daerah lain memicu pertanyaan serius tentang pengawasan dan standar keamanan pangan program gizi nasional.
INDONESIAONLINE – Niat mulia program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk meningkatkan gizi anak sekolah kembali tercoreng. Kali ini, temuan larva serangga atau belatung dalam porsi makanan yang dibagikan di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, pada Jumat (8/8/2025), memicu kegemparan dan menghentikan sementara operasional dapur umum setempat.
Insiden ini bukan sekadar kelalaian lokal, melainkan menjadi alarm keras yang mempertanyakan efektivitas pengawasan dan konsistensi standar operasional (SOP) pada salah satu program andalan pemerintah pusat. Badan Gizi Nasional (BGN) pun dipaksa bergerak cepat untuk memadamkan api krisis kepercayaan publik.
Kronologi dan Klaim Kepatuhan SOP
Pihak dapur umum, yang secara resmi disebut Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Klamesen, mengklaim telah menjalankan seluruh prosedur sesuai standar yang ditetapkan BGN.
“Kami telah melakukan seluruh tahap mulai dari persiapan bahan baku, proses pemasakan dan pemorsian, hingga distribusi makanan sesuai dengan SOP yang berlaku,” ujar Iriana Rizky, Kepala SPPG Klamesen, dalam keterangan yang dirilis BGN, Senin (11/8/2025).
Menyusul temuan tersebut, SPPG Klamesen segera mengambil langkah darurat. Seluruh makanan yang telah terdistribusi ditarik kembali. Koordinasi intensif dilakukan dengan BGN, yayasan mitra, sekolah penerima, Kodim TNI, hingga Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong untuk menelusuri akar masalah.
“Kami bersama yayasan sudah melakukan pengecekan sampel makanan dan memastikan hasil sampel layak untuk dikonsumsi,” tambah Iriana, mengindikasikan bahwa kontaminasi mungkin terjadi pada titik kritis setelah pemasakan.
Bukan Kasus Pertama: Pola yang Mengkhawatirkan
Insiden di Sorong sayangnya bukanlah anomali. Catatan menunjukkan bahwa kasus serupa telah berulang kali terjadi di berbagai daerah, menandakan adanya masalah yang lebih sistemik dalam pelaksanaan program MBG.
Ambon, Maluku: Sebelumnya, menu MBG untuk siswa SD di Ambon juga ditemukan penuh belatung, yang membuat Wali Kota setempat geram dan meminta kasus tersebut diproses secara hukum.
Magelang, Jawa Tengah: Dapur umum SPPG di Magelang juga pernah meragukan temuan belatung pada menu yang disajikan untuk siswa SMK, yang memicu polemik dan investigasi.
Menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2023, sekitar 25% kasus keracunan pangan di Indonesia berasal dari jasa boga atau katering massal. Faktor utamanya meliputi kebersihan penjamah makanan, sanitasi peralatan, dan putusnya rantai dingin (penyimpanan pada suhu yang tidak tepat), yang sangat relevan dengan model operasional dapur umum MBG.
Pola berulang ini menimbulkan pertanyaan krusial: Apakah SOP yang dirancang BGN sudah cukup kuat? Atau justru pengawasan di tingkat daerah yang menjadi titik lemahnya?
Langkah Tegas BGN dan Evaluasi Menyeluruh
Menghadapi krisis ini, Badan Gizi Nasional tidak tinggal diam. Melalui siaran pers resminya, BGN menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada semua pihak yang terdampak.
“BGN dan seluruh petugas SPPG Klamesen menyampaikan permohonan maaf. Dengan adanya insiden ini, BGN mengambil langkah tegas dan melakukan pemantauan serta mengawal SPPG dalam mengatasi insiden tersebut,” tulis Biro Hukum dan Humas BGN.
Sebagai tindak lanjut, BGN telah memerintahkan:
Penghentian Operasional Sementara: Dapur umum SPPG Klamesen di Sorong dihentikan untuk evaluasi total.
Evaluasi Internal: Investigasi mendalam untuk mengidentifikasi potensi kelalaian dalam penyiapan, pengolahan, hingga pengemasan.
Perbaikan SOP: Atas rekomendasi Dinas Kesehatan, akan dilakukan perbaikan prosedur, termasuk kewajiban Uji Organoleptik—pengecekan kualitas makanan menggunakan panca indera (rasa, bau, warna, tekstur)—pada setiap batch sebelum didistribusikan.
Program MBG lahir dari niat luhur untuk memerangi stunting dan memastikan generasi penerus bangsa mendapatkan asupan gizi yang layak. Namun, rentetan insiden keamanan pangan ini menjadi dilema besar. Di satu sisi, program ini sangat dibutuhkan. Di sisi lain, eksekusi yang cacat justru membahayakan kesehatan anak-anak yang menjadi targetnya.
Kini, bola panas ada di tangan BGN dan pemerintah daerah. Insiden di Sorong harus menjadi momentum untuk revolusi pengawasan, bukan sekadar evaluasi reaktif. Tanpa jaminan keamanan pangan yang ketat dan konsisten di seluruh Indonesia, program gizi bernilai triliunan rupiah ini berisiko kehilangan esensi dan kepercayaan dari masyarakat yang seharusnya dilayaninya.