INDONESIAONLINE – Pakar hukum tata negara dan konstitusi Fahri Bachmid membeberkan dua kemungkinan yang mengerucut pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Seperti diketahui, putusan MK soal gugatan batas usia capres dan cawapres bakal dibacakan Senin (16/10/2023) hari ini.

“Pertama, MK dalam putusannya akan menurunkan batas usia capres-cawapres dari batas usia 40 menjadi 35 tahun,” ujar Fahri, Senin (16/10/2023).

Akademisi Universitas Muslim Indonesia ini menuturkan, kemungkinan putusan yang kedua yakni tetap mempertahankan usia 40 tahun. Namun terdapat penambahan suatu syarat khusus yaitu permah menjabat atau menjadi kepala daerah.

Menurut Fahri, dua kemungkinan keputusan MK tersebut masing-masing memiliki konsekuensi konstitusinya. Tentunya dengan melihat beberapa pengalaman putusan MK sebelumnya. Misalnya berkaca pada putusan MK yang pernah mengabulkan seluruh permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Nomor: 112/PUU-XX/2022.

Baca Juga  Pakar Hukum Tata Negara Kampus Brawijaya Laporkan Ipar Jokowi

Menurut Fahri, dalam amar putusan tersebut, MK menyatakan Pasal 29 huruf (e) Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya berbunyi, “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan” bertentangan dengan UUD 1945. Kemudian MK juga menyebut bahwa undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”.

Akademisi yang juga aktif di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini mengungkapkan, melihat putusan dalam perkara sebelumnya, bisa saja MK membuat putusan dengan corak dan karakter seperti uji materiil Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut.

“Sehingga batas usia 40 tahun eksistensi normanya tetap berlaku, tetapi ditambah keadaan hukum khusus agar dapat menjangkau subjek hukum tertentu,” ungkap Fahri.

Baca Juga  Neno Warisman, 3 Purnawirawan Jenderal TNI hingga Abdullah Hehamahua Gugat UU IKN ke MK

Menurut dia, segala kemungkinan dapat terjadi. Di jajaran sembilan hakim MK dalam memutus sebuah perkara, ada mengajukan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion. “Ini tentu merupakan produk analisis saya yang bisa saja terjadi atau tidak juga terjadi,” tandas Fahri.

Sebagai informasi, pada hari ini Senin (16/10/2023) MK akan mengumumkan putusan penanganan gugatan dengan nomor perkara 29, 51 dan 55/PUU-XXI/2023. Perkara Nomor: 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi pada 16 Maret 2023. Dalam perkara tersebut, yang bersangkutan meminta agar batas usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke 35 tahun.

Kemudian, perkara Nomor: 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Garuda pada 9 Mei 2023. Untuk frasa “pengalaman sebagai penyelenggara negara”, diminta dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.

Selanjutnya, perkara Nomor: 55/PUU-XXI/2023, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa pada 17 Mei 2023, mengajukan petitum yang sama dengan Partai Garuda. (ta/hel)