INDONESIAONLINE –  Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun Mahkamah Konstitusi menolak uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan PSI. Usia minimal 40 tahun tetap menjadi syarat bagi capres dan cawapres.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/10).

Dalam putusan ini, ada dua dari sembilan hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion. Adapun hakim yang berbeda pendapat itu ialah Suhartoyo dan M Guntur Hamzah. Dalam pertimbangannya, Guntur Hamzah menilai seharusnya MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut.

“Saya hakim konstitusi M Guntur Hamzah berpendapat seharusnya permohonan para pemohon dikabulkan sebagian, sehingga pasal a quo dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar Guntur Hamzah dalam sidang MK, Senin (16/10/2023).

Guntur menilai, nyata adanya jika hal itu adalah sebuah ketidak adilan. Dan juga, Guntur mengatakan keadilan sebagai alasan yang dapat mengesampingkan kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang atau open legal policy.

Baca Juga  Mahkamah Konstitusi Tolak Upaya Pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan

“Ketidakadilan dimaksud karena pembatasan demikian tidak hanya merugikan dan bahkan menghilangkan kesempatan bagi figur atau sosok generasi muda yang terbukti pernah terpilih, seperti, dalam pemilihan umum atau kepala daerah. Sehingga figur tokoh muda tersebut sudah dapat dipandang berpengalaman,” tuturnya.

Tak hanya gugatan PSI saja yang ditolak MK, namun hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan jika semua gugatan telah ditolak termasuk gugatan yang diajukan oleh kepela daerah, yang diantaranya:

1. Wali Kota Bukittingi Erman Safar

2. Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa

3. Wagub Jatim Emil Dardak

4. Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor

5. Wabup Sidoarjo Muhammad Albarraa

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Putusan ini diketok oleh sembilan hakim konstitusi. Dua hakim konstitusi mengajukan dissenting opinion yaitu Suhartoyo dan Guntur Hamzah. Hingga berita ini diturunkan, MK masih membacakan putusan tersebut.

Sementara terkait penolakan gugatan yang juga diajukan oleh PSI itu, membuat isu soal ‘Mahkamah Keluarga’ terhadap keluarga presiden.

“Dugaan bahwa Anwar, Jokowi, Gibran dan bahkan Kaesang yang belakangan menjadi Ketua PSI sebagai Pemohon akan menjadikan MK sebagai ‘Mahkamah Keluarga’ ternyata tidak terbukti,” kata Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).

Baca Juga  Miris! Perangkat Desa di Jombang Setubuhi Anak Tiri Hingga Hamil 6 Bulan

Yusril mengatakan putusan ini membuktikan MK sebagai lembaga yang independen. Hal ini juga disikapi oleh Ketua Hakim MK Anwar Usman yang sepakat dengan hakim yang lain.

“Dengan putusan ini, MK dapat memposisikan diri sebagai penjaga konstitusi dan tidak mudah diintervensi oleh siapa pun juga. Ketua MK Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang diduga berkepentingan dengan permohonan, ternyata sependapat dengan mayoritas hakim MK,” katanya.

Ia menilai, putusan MK memang tidak bulat melihat dua dari sembilan hakim MK yakni Suhartoyo dan M Guntur Hamzah mempunyai pendapat yang berbeda. Adapun Suhartoyo mengatakan pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau ‘legal standing’ sehingga MK seharusnya menyatakan tidak berwenang memeriksa pokok perkara.

“Sementara M Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan seharusnya dikabulkan sebagian sebagai ‘inkonstitusional bersyarat’ yakni, calon Presiden dan Wakil Presiden dikabulkan berusia 35 tahun dengan syarat pernah menjadi pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat, termasuk kepala daerah,” ucapnya. (mut/hel)