Beranda

Pajak Hotel Malang Lesu, Bapenda Rapatkan Asa pada Porprov Jatim dan Geliat Event Lokal

Pajak Hotel Malang Lesu, Bapenda Rapatkan Asa pada Porprov Jatim dan Geliat Event Lokal
Ilustrasi lesunya perhotelan di Kota Malang (ai/io)

INDONESIAONLINE – Sektor perhotelan Kota Malang, salah satu tulang punggung Pendapatan Asli Daerah (PAD), tengah menghadapi turbulensi. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang mencatat adanya tren pelesuan penerimaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dari subsektor perhotelan.

Fenomena ini disinyalir kuat sebagai imbas dari kebijakan efisiensi anggaran yang melanda berbagai instansi, memaksa Bapenda kini menggantungkan harapan pada gelaran akbar Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) IX Jatim 2025 dan serangkaian event lokal untuk membalikkan keadaan.

Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto, tak menampik kondisi sulit ini. “Porprov juga menjadi penopang, kemudian agenda wisata, dan kegiatan festival di Kota Malang yang mendatangkan orang,” ujarnya.

Gelaran Porprov IX Jatim yang dijadwalkan pada 28 Juni hingga 5 Juli 2025, dengan Kota Malang sebagai tuan rumah utama di Malang Raya, diharapkan menjadi magnet signifikan bagi okupansi hotel.

Kepala Bapenda Kota Malang Handi Priyanto

Alarm Penurunan Beruntun dan Ironi Resto Hotel

Data Bapenda menunjukkan penurunan penerimaan pajak hotel yang cukup signifikan sejak awal tahun 2025. “Pendapatan pajak hotel mulai Januari sampai April mengalami penurunan. Januari nilainya Rp 7 miliar, kemudian pada Februari menjadi Rp 4 koma sekian miliar,” ungkap Handi.

Tren negatif ini berlanjut, di mana Maret hanya menyumbang Rp 3,7 miliar, dan April kian tergerus menjadi Rp 3,1 miliar.

Meskipun target tahun ini dipatok sekitar Rp 56 miliar, hingga 15 Mei 2025, realisasi baru mencapai Rp 18 miliar. Angka ini menjadi sinyal kuat bahwa strategi khusus diperlukan untuk mengejar ketertinggalan.

Menariknya, Handi menyoroti sebuah ironi: penurunan ini lebih terasa pada pemesanan kamar dan penggunaan ruang pertemuan (meeting room atau convention hall). Sementara itu, sektor food and beverage (F&B) atau restoran di dalam hotel justru menunjukkan performa yang relatif stabil, bahkan meningkat pada momen tertentu.

“Seperti momen puasa bulan Ramadan itu banyak yang membuka paket buka bersama. Jadi, tinggi di restonya tetapi rendah di hotelnya, ini terjadi di semua hotel. Bukan hanya hotel yang punya hall atau convention,” terangnya.

Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat untuk konsumsi di restoran hotel masih ada, namun kebutuhan untuk menginap atau mengadakan acara skala besar berkurang.

Efisiensi Anggaran Pusat Jadi Biang Keladi?

Faktor utama yang dituding menjadi penyebab lesunya pajak hotel adalah kebijakan efisiensi anggaran. Menurut Handi, kebijakan “mengencangkan ikat pinggang” ini berdampak pada pembatalan sejumlah kegiatan yang sebelumnya telah direncanakan oleh kementerian, lembaga, hingga korporasi BUMN di berbagai hotel di Kota Malang.

“Jadi banyak kegiatan kementerian, lembaga, corporate BUMN yang sudah inden tempat di hotel di Kota Malang tetapi kemudian dibatalkan,” ucapnya.

Pembatalan ini secara langsung memukul tingkat okupansi hotel, yang berujung pada penurunan setoran pajak. Meski demikian, secercah harapan muncul. Handi menyebutkan bahwa pemerintah pusat mulai melonggarkan kebijakan tersebut.

“Efisiensi juga di pusat sudah dibuka blokir anggarannya. Mudah-mudahan bulan depan ini sudah mulai stabil,” pungkasnya.

Kini, mata Bapenda Kota Malang tertuju pada efektivitas Porprov IX Jatim dan berbagai agenda wisata serta festival yang dirancang untuk kembali meramaikan Kota Pendidikan ini. Strategi proaktif dalam menarik event dan memastikan Kota Malang tetap menjadi destinasi MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) yang menarik akan menjadi kunci pemulihan sektor vital ini (rw/dnv).

Exit mobile version