INDONESIAONLINE – Mario Dandy Satrio (20), tersangka dalam kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17) kini dijerat dengan pasal yang lebih berat. Menanggapi hal tersebut, pengacara Mario Dandy mengaku menghormati keputusan polisi.

“Ya, penyidik sudah menetapkan begitu mau apa lagi? Kita menghormati yang diputuskan penyidik,” kata Dolfie Rompas selaku kuasa hukum, dilansir dari detikcom pada Jumat (3/3/2023).

Dolfie lalu mengatakan jika pihaknya menghormati kewenangan polisi dalam penerapan pasal terhadap kliennya tersebut.

“Kita menghormati yang ditetapkan penyidik. Saya tidak bicara layak atau tidak layak, kita menghormati yang diputuskan penyidik. Itu kewenangan penyidik,” paparnya.

Selanjutnya Dolfie mengungkap jika pihaknya saat ini menunggu agar pengusutan kasus bisa segera dituntaskan. Soal jeratan pasal terhadap kliennya, kata dia, bisa diuji di pengadilan nantinya.

“Kita menunggu hasil penyidikan, ada pelimpahan ke kejaksaan tentunya nanti ke pengadilan. Baru nanti diuji di pengadilan. Kalau saat ini kita hormati apa yang sudah diputuskan penyidik,” tuturnya.

Sebelumnya, pihak kepolisian menambahkan pasal baru terhadap Mario Dandy dan juga Shane dalam kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17).

Menurut Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, penyidik menjerat Mario dan Shane dengan Pasal 76C juncto Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak juncto Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan biasa.

“Pada awalnya kami menerapkan dalam konstruksi pasal adalah pasal 76C juncto Pasal 80 UU PPA juncto Pasal 351 KUHP penganiayaan biasa, yang awal. Namun kami jelaskan penyidikan kami ini berkesinambungan. Kami analogikan seperti ini, sakit panas, kami perlu ada pemeriksaan lanjutan apakah ini typus, demam berdarah ini, kami awalnya (menerapkan pasal) penganiayaan biasa,” kata Hengki di Polda Metro Jaya, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga  Tren Ini Disebut Well Fashion, Sejumlah Brand Hadirkan Outfit yang Bisa Rawat Kulit Loh

“Setelah kami adakan pemeriksaan, kami libatkan digital forensik, kami menemukan fakta baru bukti chat WA, video di HP. Kemudian perlu kami jelaskan kami juga menemukan CCTV di seputaran TKP, sehingga kami bisa melihat peranan masing-masing orang di sekitar TKP tersebut,” lanjut Hengki.

Lalu dengan penemuan fakta-fakta baru itu, penyidik kemudian menambahkan pasal baru. Di samping itu pula, polisi menaikkan status AG (15) dari semula sebagai saksi anak menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau pelaku anak.

“Pada kesempatan gelar hari ini kami menambah konstruksi Pasal baru terhadap tersangka-tersangka ini. Kemudian kedua, ada perubahan status dari AG yang awalnya anak berhadapan dengan hukum atau saksi anak, berubah atau meningkat statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau dengan kata lain berubah menjadi pelaku atau anak. Jadi terhadap anak di bawah umur ini tidak boleh disebut tersangka,” jelasnya.

Hengki lalu mengungkap sejumlah pasal baru yang menjerat Mario Dandy dan Shane.

Baca Juga  Viral, Polisi Tidak Tilang Pengendara Celana Loreng walau Lewati Jalur Busway

“Yang pertama terhadap tersangka MDS konstruksi pasalnya adalah 355 ayat (1) KUHP subsider Pasal 354 ayat (1) KUHP lebih subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP lebih-lebih subsider 351 ayat (2) KUHP dan/atau Pasal 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak. Dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara,” ujar Hengki.

Dari uraian tersebut, pasal baru yang diterapkan penyidik kepada Mario Dandy yakni Pasal 355 ayat (1), Pasal 354 ayat (1) KUHP dan Pasal 353 ayat (2) KUHP.

Adapun bunyi Pasal 355 KUHP ayat (1) yang dipakai sebagai pasal primer untuk menjerat Mario David:

“Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Sementara untuk Shane Lukas, polisi menjeratnya dengan Pasal Pasal 355 ayat (1) juncto 56 KUHP, subsider 354 ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 ayat (2) juncto 56 KUHP dan/atau 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak.

“Terhadap anak AG, anak yang berkonflik dengan hukum, pasalnya 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak dan/atau 355 ayat (1) juncto 56 KUHP, subsider 354 ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 ayat (2) juncto 56 KUHP. Tentang ancaman maksimal,” jelas Hengki.