INDONESIAONLINE – Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) mengaku tidak takut terhadap serangkaian ancaman yang datang usai merilis perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Adapun pernyataan ICC tersebut muncul usia eks Lresiden Rusia Dmitry Medvedev dilaporkan mengancam akan menargetkan markas ICC di Den Haag dengan rudal hipersonik sebagai balasan atas surat penangkapan Putin.

Badan legislatif ICC, Majelis Negara Anggota (Assembly of States Parties) menuturkan sudah mengetahui “sejumlah ancaman terhadap ICC serta hakim dan jaksanya.”

“Kepresidenan majelis menyesalkan percobaan menghalangi upaya internasional untuk memastikan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilarang berdasarkan hukum internasional umum,” kata dewan itu melalui sebuah pernyataan seperti dikutip AFP pada Kamis, (23/3/2023).

Baca Juga  Sejumlah Negara Kecam Israel Buntut Rencana "Usir" Warga Gaza

“Majelis juga menegaskan kembali dukungannya yang tak tergoyahkan untuk ICC,” paparnya lagi menambahkan.

Adapun sebelumnya ICC mengeluarkan perintah penangkapan Putin dengan dugaan keterlibatan sang presiden yang diduga mendeportasi anak-anak Ukraina secara tidak sah dan dianggap sebuah kejahatan perang. Deportasi ini diyakini berjumlah ribuan anak.

Tak hanya Putin, ICC juga mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Komisaris Hak untuk Anak di pemerintahan Rusia Maria Lvova-Belova terkait perlakuan mereka terhadap anak di Ukraina.

Sejumlah pihak meyakini jika perintah itu tak berdampak signifikan karena berbagai faktor.

Menurut pengamat, ICC tak punya petugas khusus di negara anggota sehingga hanya mengandalkan polisi di negara anggota untuk menangkap Putin jika berkunjung ke sana.

Baca Juga  153 Negara Sepakati Resolusi Gencatan Senjata di Gaza: AS dan Israel Menolak

Tak hanya itu saja, sebelumnya juga terdapat anggota ICC yang mengabaikan surat perintah penangkapan yang sebelumnya pernah dikeluarkan.

Salah satunya adalah Afrika Selatan. Negara tersebut pernah mengabaikan surat perintah penangkapan, salah satunya terhadap mantan Presiden Sudan Omar al-Bashr. Al-Bashr berkunjung ke Afrika Selatan pada 2015 lalu.

Sementara di Rusia, Moskow juga tak meratifikasi Statuta Roma, sehingga mereka tak menjadi bagian ICC.