JATIMTIMES – Dalam sebuah kitab Tanbihul Ghafilin dan Duraatun Nashihin, dijelaskan bahwa Allah menciptakan Akal. Allah kemudian berfirman, “Wahai Akal menghadaplah Engkau!” Maka akal pun menghadap ke hadapan Allah SWT.

Allah kemudian berfirman lagi kepadanya, “Wahai akal, berbaliklah engkau!” Maka akal pun berbalik. Setelah itu, Allah berfirman lagi kepadanya, “Wahai akal, siapakah Aku?” Lalu akal pun berkata, “Engkau adalah Tuhan yang menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah”.

Allah kemudian berfirman lagi, “Wahai akal, tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau!”.

Lalu Allah kemudian menciptakan nafsu. Sama seperti dengan Akal, Allah juga berfirman kepada Nafsu. “Wahai nafsu, menghadaplah kamu!”. Berbeda dengan akal, nafsu tak menjawab. Nafsu justru berdiam diri 

Baca Juga  Salat Tanpa Peci, Bagaimana Hukumnya?

Kemudian Allah berfirman lagi kepada Nafsu, “Siapakah engkau dan siapakah Aku?” lalu nafsu menjawab, “aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.”

Allah yang murka dengan perkataan Nafsu, kemudian menghukumnya dengan mengirim ke neraka Jahim selama 100 tahun, setelah itu Allah mengeluarkannya. 

Allah berfirman lagi kepadanya, “Wahai nafsu, siapakah engkau dan siapakah Aku?”. 

Nafsu menjawab, “aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau”. 

Lalu Allah kembeli berfirman lagi,”masih begitu juga kah engkau wahai nafsu”.

Allah SWT yang murka kembali menyiksanya dengan neraka Juu’ selama 1000 tahun dan dilaparkan. Setelah dikeluarkan, maka Allah SWT berfirman, “Siapakah engkau dan siapakah Aku?”. Jawaban Nafsu sama. 

Baca Juga  Kisah Kesalehan Masyithah dan Bengisnya Firaun

Tapi, lagi-lagi jawaban nafsu sama. Allah kemudian kembali menghukumnya di neraka selama 1.000 tahun. Allah kemudian menghukumnya di Neraka yang sangat dingin. Setelah dikeluarkan lagi, sama seperti sebelumnya, Allah berfirman lagi kepada Nafsu. 

“Masih begitu juga kah engkau wahai nafsu,”.  

Nafsu menjawab, “aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku,”.

Lalu Allah berfirman, “Wahai Nafsu, sekarang masuklah bersama tubuh anak Adam,”.

Dalam kisah tersebut, yang diolah dari Tafkkur Fiddin ini, dapat diambil hikmah jika nafsu itu teramat jahat. Oleh karena itu, sebagai manusia yang merupakan hamba Allah, hendaknya mampu untuk mengawal nafsu dengan terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT agar terhindar dari jurang dosa.



Anggara Sudiongko