INDONESIAONLINE – Daging yang lazim dikonsumsi adalah daging sapi maupun daging kambing. Namun beberapa orang juga ada yang memakan daging kuda. Lantas bagaimana hukum memakan daging kuda dalam Islam?

Banyak anggapan memakan daging kuda mempunyai banyak manfaat, Seperti meningkatkan vitalitas, menambah stamina tubuh dan yang lainnya. Para ulama berpendapat daging kuda halal. Kuda termasuk dalam kategori Al-Baha’im, atau Bahimatul-An’am, kelompok binatang ternak. 

Diolah dari IslamPos, daging Kuda termasuk “Ma’kulul-lahm”, dagingnyapun boleh dikonsumsi. 
Meski begitu, dalam sebuah riwayat pada masa Rasulullah dilarang untuk memakannya. Namun saat itu hanya bersifat sementara. Kebutuhan kuda sebagai alat dan sarana perang menjadi alasan hal tersebut.

Dalam kaidah Ushul-Fiqh disebutkan, “Al-Hukmu yaduuru ma’a ‘illatihi, wujudan wa ‘adaman”. Ketetapan hukum itu tergantung pada ‘illat-nya, adanya atau tiadanya ‘illat itu.

Misalnya, pemerintah melarang untuk menyembelih sapi betina lantaran dapat mengganggu pengembangbiakan ternak sapi domestik. Padahal, saat ini sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan protein hewani masyarakat. 

Hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Pada penaklukan Khoibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging keledai jinak, dan beliau membolehkan daging kuda,” (HR. Bukhari 3982 dan Muslim 1941).

Baca Juga  Air Liur Kucing Apakah Bikin Batal Wudhu, Bagaimana Hukumnya?

Pada hadist lain, diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, mengatakan, “Kami pernah bersafar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kami makan daging kuda dan minum susunya.” (HR. Ad-Daruquthni, al-Baihaqi. An-Nawawi mengatakan: Sanadnya shahih).

Sementara, menurut Abu Hanifah dan dua murid dekatnya: Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, daging kuda hukumnya makruh untuk dimakan. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah dijelaskan, “Dan halal dari hewan adalah makan kuda dan zirafah (jerapah). Ulama Hanafiyah berkata, ‘Makan kuda adalah Makruh (dengan kategori Makruh) Tanzih”. 

Dalam penjelasan lain, Makruh Tanzih itu didefinisikan dengan meninggalkannya lebih baik daripada melakukannya, meskipun tidak ada hukuman dalam melakukannya (Al-Mustashfa, 1/215-216).

Mereka yang berpendapat makruh, berdasarkan dalil di surat An-Nahl ayat 5 sampai 7, dimana Allah menyebutkan tentang Bahimatul An’am (unta, sapi, dan kambing). Allah menyebutkan manfaat yang didapat oleh manusia dengan binatang itu, termasuk manfaat untuk dimakan. 

Sedang pada ayat ke-8, Allah menyebutkan jenis hewan yang lain. Dalam ayat ini tidak dijelaskan untuk dimakan. Tetapi, Allah menjelaskan pada Bahimatul An’am yang disebutkan di ayat sebelumnya.

Baca Juga  Segera Bertaubat, Jangan Lakukan Perbuatan Ini, Dosanya 1.000 Kali Lebih Besar daripada Zina

“Dia menciptakan kuda, bighal (peranakan kuda dengan keledai), dan keledai, agar bisa kalian tunggangi dan sebagai hiasan. Dia juga menciptakan makhluk yang tidak kalian ketahui.” (QS An-Nahl: 8).

Terkait kehalalan daging kuda, karena memang tak ada dalil yang jelas dan tegas melarang. Para ulama pun berpendapat jika kuda bukan termasuk hewan yang haram untuk dikonsumsi. 

Dalam Al-Qur’an Surat Al A’araf 7:157, “Dan menghalalkan bagi mereka Ath-Thoyyibaat (segala yang baik) dan mengharamkan bagi mereka Al-Khobaits (segala yang buruk, menjijikkan).”

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Umar, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengkonsumsi hewan jalalah dan susu yang dihasilkan darinya” (HR. Abu Dawud no. 3785 dan At-Tirmidzi no. 1824).

Selain itu, dalam hadist lain juga menegaskan bahwa haram memakan daging hewan bertaring. Hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah,  Rasulullah SAW bersabda, “Semua binatang yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim).

Kehalalan daging kuda menurut para ulama yang menghalalkannya, tetaplah harus sesuai dengan syariat Islam. Penyembelihan harus secara syar’i dan sesuai dengan ketetapan yang ada.