Beranda
Sastra  

Puisi: Tuhan Hujan dan Nun

Puisi: Tuhan Hujan dan Nun
Ilustrasi Puisi (Ist)

*dd nana veno

Tuhan hujan telah bersabda;
Berbiaklah serupa ilalang agar angin tak bersua
sunyi.

Agar mimpi-mimpi
segera dipanen di padang-padang penebusan.
Agar kau tak sendiri, agar kau mengerti.

 

Tapi kau tahu, seorang lelaki memiliki nafasnya sendiri
Memiliki kiblat dan mimpi-mimpi purbanya sendiri

Cerita-cerita telah mengasuh dan mengasahnya untuk selalu pergi
Maka, dibuatlah sebuah perahu
yang tak akan pernah penuh
tak serupa perahu Nuh.

 

Tapi kau tahu, selalu ada mata perempuan
Yang diam-diam menahan sesak dari isak
menenun raga menjadi nun

Yang tak pernah sempurna.

Cuaca seringkali berubah dan tubuh tak selamanya kukuh
Dan mimpi-mimpi tak selamanya musim semi

Hanya nun yang mampu menampung segala pedih
yang berani bersitatap dengan sepi yang paling nyeri.

 

Kau pun tahu, seorang lelaki memiliki alif yang tegak
Hingga langit retak

Hampir pecah serupa isak
Dalam dada, dalam sepi pemberontak.

 

Hujan itu akan tiba, anakku
saat punggung lelaki itu ditelan waktu

Waktunya sendiri
waktunya yang diikatkan di jemari
ibumu ini.

 

Jangan menangis
Karena air mata akan meninggalkan jejak
Di sepasang pipi mungilmu, nak.

Jejak yang akan selalu kau bawa kelak.

 

Tuhan hujan telah bersabda;
Muasalku, muasalmu
Telah ku pecah tubuhku menjadi tubuhmu.

Tak ada air mataku yang asin
Yang memanggil-manggil sepi
hingga kau menggigil
seperti ini.

 

Muasalku, muasalmu. Kau akan menepi dan kembali.
Menjadi muasalku, lagi.

Maka berhentilah menangis.
Telah kularungkan nun dalam tubuhmu
Nun yang menampung

nun yang akan melarungkan segala sepi.
menuju mimpi-mimpi.

 

Seorang lelaki, nak, tak akan mati oleh sepi
Saat jemarinya masih melantunkan mimpi-mimpi.

Tapi kau tahu, mungkin aku yang segera mati.

 

*dd nana veno penyuka kopi pait dan eks tukang wingko

Exit mobile version