[ad_1]

Jakarta (Indonesia) – Hampir dua tahun lalu netizen Indonesia geram karena hasil survei menunjukkan tingkat kesantunan orang Indonesia di internet rendah.

Survei Digital Civility Index dari Microsoft tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei tentang kesusilaan di dunia maya. Tidak lama setelah hasil survei ini keluar, Kementerian Komunikasi dan Informatika membentuk Komite Etik Internet, menambah upaya pemerintah untuk meningkatkan literasi digital di masyarakat.

Literasi digital bisa dibilang merupakan barang berharga di era internet ini. Meskipun teknologi internet sudah ada lebih dari 50 tahun yang lalu, di Indonesia internet baru dikenal luas sejak adanya smartphone, sekitar satu dekade yang lalu.

Perkembangan teknologi yang semakin masif dan cepat menuntut banyak hal dari masyarakat, bukan lagi soal cara penggunaan gawai, tapi juga bagaimana internet bisa digunakan untuk menunjang kehidupan sehari-hari.

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Survei terbaru, jumlah pengguna internet adalah 220 juta. Sebanyak 77 persen penduduk Indonesia terhubung dengan internet.

Survei yang sama juga menunjukkan penggunaan internet meningkat, antara lain 53,99 persen untuk kelompok usia 19-34 tahun dan 47,91 persen untuk kelompok usia 35-54 tahun. Sementara data Hootsuite tahun 2022 menyebutkan bahwa pengguna Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 8 jam 36 menit per hari untuk mengakses internet.

Data ini menunjukkan bagaimana internet memiliki dampak yang besar di Indonesia. Seperti yang sering dikatakan pakar internet, teknologi adalah pedang bermata dua. Itu bisa membawa baik dan buruk.

Mengutip pendapat dosen Komunikasi Universitas Udayana, Bali, Ni Made Ras Amanda Gelgel bahwa tidak semua informasi di internet itu benar. Sayangnya, tidak semua orang mengetahui cara memilah dan menyeleksi informasi yang tersebar di dunia maya.

Kita bisa mengambil contoh dari hal yang terjadi sehari-hari, pesan yang diteruskan melalui grup WhatsApp. Muda dan tua, semua orang tidak mau ketinggalan dalam menyampaikan informasi terbaru yang paling penting.

Baca Juga  Review OASE Horizon W1, "smartwatch" ringan berfitur lengkap

Seberapa akurat informasinya, apakah informasi itu berasal dari sumber yang kompeten, mereka belum tentu tahu.

Literasi digital memainkan peran yang sangat penting dalam mengatasi fenomena ini. Masyarakat dapat memperoleh pengetahuan bagaimana mengidentifikasi pesan-pesan yang berpotensi hoax dan apa dampaknya jika sering terpapar hoax.

Betapa pentingnya literasi digital dapat dilihat dari karakteristik internet sebagai media baru. Jika dibandingkan dengan televisi, misalnya, perangkat yang terhubung ke internet lebih banyak ditujukan untuk penggunaan pribadi.

Jika saat menonton televisi sebuah keluarga bisa berkumpul untuk menonton acara yang sama, cerita berbeda terjadi saat mengakses ponsel. Keluarga bisa berada di ruangan yang sama, tetapi setiap orang menatap layarnya sendiri.

Memberikan pemahaman tentang internet menjadi lebih rumit karena sifat individualistis yang ditawarkan internet.

Posisi literasi digital saat ini dapat dikatakan sama pentingnya dengan pendidikan formal. Internet membuka peluang munculnya banyak teknologi baru. Artinya, keterampilan yang diajarkan hari ini mungkin harus diperbarui dalam enam bulan ke depan karena fenomena baru.

Misalnya, saat orang mulai mengenali kode kata sandi satu kali (OTP) untuk menggunakan dompet digital, penjahat dunia maya bertindak mengaku sebagai penyelenggara dompet digital dan memerlukan OTP untuk verifikasi data.

Maka dalam literasi digital masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa kode OTP tidak dapat diberikan kepada siapapun, tidak hanya bagaimana cara penggunaan kode OTP tersebut.

Siapa yang perlu mendapatkan pelatihan literasi digital?

Berbeda dengan pendidikan formal yang biasanya diikuti oleh usia 5 hingga remaja, target literasi digital jauh lebih luas: mereka yang hidup dan menggunakan internet.

Sama pentingnya bagi seseorang yang berusia 5 tahun dan 50 tahun untuk terpapar literasi digital, tentunya dengan pemahaman yang telah disesuaikan dengan kategori usia. Misalnya pada usia 5 tahun, literasi digital ditekankan pada orang tua untuk menetapkan aturan berapa lama mereka boleh menonton video.

Baca Juga  Review Review- Samsung Galaxy SmartTag, cari barang hilang lewat ponsel

Berbeda dengan pendidikan formal, materi literasi digital tidak hanya harus mengikuti perkembangan zaman, tetapi seberapa sering terpapar internet. Ilustrasinya, saat kelas 1 SD, siswa diajarkan matematika berupa penjumlahan. Saat kelas 2 SD materinya semakin kompleks yaitu perkalian.

Ada standar kompetensi dalam pendidikan formal yaitu ketika di kelas 2 sekolah dasar siswa diharapkan mampu berlipat ganda. Sedangkan dalam literasi digital belum tentu bisa mengikuti pola seperti itu.

Seberapa banyak seseorang terpapar internet dapat menjadi ukuran keterampilan digital apa yang dia butuhkan. Misalnya, kami tidak perlu memberikan pelatihan tentang cara mencegah serangan DDoS pada orang berusia 30 tahun yang menggunakan internet untuk belanja online setiap hari.

Karena pentingnya literasi digital, hal tersebut menjadi salah satu isu prioritas dalam subforum G20, Kelompok Kerja Ekonomi Digital. Negara-negara anggota sepakat bahwa diperlukan indikator standar untuk mengukur kemampuan digital.

Literasi digital adalah investasi jangka panjang, yang hasilnya mungkin belum terlihat dalam waktu dekat. Apa yang diajarkan selama literasi digital hari ini, belum tentu mengubah sikap peserta keesokan harinya.

Namun, perilaku positif menggunakan teknologi digital jika diperkenalkan secara terus menerus dapat menjadi kebiasaan. Lalu budaya.

Indonesia tentu ingin menuai hal gemilang dari bonus demografi 2030 dengan sumber daya manusia yang tidak hanya memiliki talenta digital tetapi juga memiliki etika internet yang tinggi.

Dengan digalakkannya literasi digital dalam subforum Presidensi G20 Indonesia dan upaya pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan berbagai instansi dan komunitas diharapkan pemanfaatan internet untuk kegiatan yang positif dan bermanfaat menjadi budaya generasi dan bangsa kita .

Baca juga: Pemerintah Tingkatkan Kompetensi Digital Guru di Daerah 3T

Baca juga: Kemenkominfo minta ASN buat konten kreatif pendidikan