JATIMTIMES – Sektor pajak ternyata masih menjadi andalan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang untuk menyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Pada tahun 2021 ini saja, target PAD Kabupaten Malang yang sebesar Rp 741 Milyar, 40 persennya atau sebesar Rp 312 Milyar ditargetkan dapat terpenuhi dari sektor pajak.
Kepala Bapenda Kabupaten Malang, Made Arya Wedantara pun optimis target pajak tersebut tetap bisa terpenuhi. Meskipun di tengah pandemi Covid-19 dengan kebijakan yang ada di masa PPKM sempat menjadi penghambat perolehan beberapa jenis pajak. Seperti pajak hotel, restoran dan pajak hiburan.
“Dengan situasi pandemi, pajak hotel dan hiburan pasti tidak tercapai. Karena masih sekitar 30 persen. Gak mungkin saya mengejar 60 (persen). Karena kemarin kan tidak boleh ada kunjungan wisata. Dan dua (pajak) ini tidak bisa memenuhi target,” ujar Made.
Untuk itu, cara yang ia tempuh adalah dengan menggenjot beberapa jenis pajak lain. Seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) atau Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Bahkan perolehan dari dua jenis pajak itu, jadi andalan Bapenda untuk menutupi kekurangan capaian pajak hiburan, restoran dan hotel.
“Tapi kalau pajak (BPHTB) ini kan tidak bisa ditarget. Tergantung dari transaksi. Jadi yang kita push adalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Jadi perolehan dari PBB ini lah yang akan digunakan untuk menutupi (pajak) hiburan dan hotel. Prediksi kita di akhir tahun hanya 39 persen untuk kedua pajak tersebut,” imbuh Made.
Sementara untuk pajak perolehan BPHTB sendiri, dari target sebesar Rp 113.366.968.062, hingga bulan Oktober lalu sudah terealisasi sebesar 78,99 persen atau sebesar Rp 89.552.671.838. Dan untuk PBB-P2, dari target sebesar Rp 91.000.000.000, sudah terealisasi sebesar 75,49 persen atau sebesar 68.698.822.764.
Sementara itu, keberadaan dua hotel bintang 4 baru yang ada di Kabupaten Malang juga diproyeksikan untuk bisa memperkuat perolehan pajak hotel di Kabupaten Malang. Kedua hotel tersebut adalah Grand Kanjuruhan dan Grand Miami Hotel.
Sebab, keberadaan dua hotel itu memang juga sebagai salah satu rencana pengembangan potensi wisata yang ada di Kabupaten Malang, salah satunya di Malang Selatan. Artinya, dua hal tersebut memang beriringan.
“Iya kan rencananya begitu, orang (wisatawan) berkunjung ke Malang Selatan nginepnya di Kepanjen. Tapi temen-temen pengelola wisata juga harus berbenah, artinya ada spot-spot yang dijadikan lebih bagus. Kita (Pemkab) Malang juga, jadi mereka bisa percaya kalau wisatawan bisa dibikin nyaman,” beber Made.
Selain wisata, untuk pajak hotel dan restoran, yang dibidik agar pajaknya bisa terserap adalah dari kegiatan-kegiatan organisasi perangkat daerah (OPD). Yang biasannya, pelaksanaan kegiatan OPD membutuhkan venue hall atau aula yang dimiliki oleh hotel.
Sedangkan saat ini, karena Kabupaten Malang belum memiliki hotel yang sesuai, maka kegiatan-kegiatan tersebut banyak digelar di hotel yang berada di Kota Malang.
“Misalnya undangan 100 orang, itu harus hall dengan kapasitas 400 orang, karena kondisi Covid-19. Lalu yang kedua harus hotel bintang empat, itu sesuai dengan SIPD. Dan selanjutnya, biasanya kalau DBHCHT itu seharusnya kan nginep, undangan peserta 100 orang, berarti harus 100 kamar. Nah itu gak ada kita bintang empat yang 100 kamar,” ujar Made.
Untuk itu, dirinya berharap bahwa di tahun 2022 mendatang jika dua hotel tersebut bisa benar-benar beroperasi, maka bisa dimanfaatkan dengan optimal untuk dapat menyumbang PAD Kabupaten Malang.
Riski Wijaya