Sinyal Peka: Jatim Hapus Dinas Luar Negeri Rp 19 M

Sinyal Peka: Jatim Hapus Dinas Luar Negeri Rp 19 M
Ilustrasi Pemprov dan DPRD Jatim yang menghapus anggaran perjalanan dinas ke luar negeri sebesar Rp 19 miliar (ai/io)

Di tengah gejolak sosial dan Arahan Presiden Prabowo, Pemprov & DPRD Jatim mengambil langkah tegas: Menghapus total anggaran dinas luar negeri Rp 19 M. Dana dialihkan untuk program pro-rakyat.

INDONESIAONLINE – Di tengah riuh gelombang protes dan lesunya roda perekonomian, sebuah pesan kuat dikirim dari Gedung Indrapura. Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD Jawa Timur mengambil langkah radikal: meniadakan seluruh anggaran perjalanan dinas ke luar negeri senilai hampir Rp 19 miliar. Sebuah keputusan yang bukan sekedar memotong anggaran, melainkan sinyal sensitif politik di masa sulit.

Langkah tegas ini merupakan respons ganda. Pertama, sebagai jawaban atas “suara jalanan” yang menggema di berbagai daerah. Kedua, sebagai jaminan langsung atas moratorium yang digariskan oleh Presiden RI Prabowo Subianto.

“Kita menangkap dan mendokumentasikan instruksi presiden terkait kunjungan moratorium ke luar negeri,” tegas Ketua DPRD Jatim, M. Musyafak Rouf, di gedung dewan, Rabu (3/9/2025).

Keputusan ini membatalkan rencana perjalanan dinas yang telah dipilih untuk jajaran eksekutif dan legislatif. Dana luar biasa Rp 19 miliar itu tidak hilang, melainkan dialihkan kembali ke jantung permasalahan: masyarakat.

Anggaran itu kita kembalikan untuk program kemasyarakatan yang menyentuh langsung dan bisa dirasakan oleh masyarakat,” jelas politisi Fraksi PKB tersebut.

Dari Koper Diplomat ke Kantong Rakyat

Ini bukan menyederhanakan. Ini adalah perubahan paradigma. Dana yang semula disiapkan untuk tiket pesawat, hotel bintang lima, dan studi banding di negeri seberang, kini akan diubah menjadi program-program konkret di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Musyafak melukiskan kondisi nyata di lapangan yang menjadi latar belakang keputusan utama ini. Perekonomian yang melambat, angka kemiskinan yang mengecewakan, hingga sepinya lapak pedagang kaki lima dan toko-toko menjadi pemandangan sehari-hari.

“Sulitnya teman-teman kita mencari rezeki… di toko-toko juga sepi. Kondisi ini yang menjadi pertimbangan utama kami,” paparnya.

Dalam konteks ini, perjalanan dinas ke luar negeri bisa menjadi pemantik api menakjubkan sosial. Para wakil rakyat menyadari betul risiko tersebut. Di era media sosial, gaya hidup mewah para pejabat bisa dengan cepat memicu kemarahan masyarakat yang tengah berjuang untuk bertahan hidup.

“Ini bagian dari cara kami merespons. Kami meminta semua teman-teman DPRD untuk bisa menjaga diri, tidak memancing imajinasi, tidak menampilkan hal-hal yang bisa membuat masyarakat marah,” tandas Musyafak.

Langkah DPRD dan Pemprov Jatim ini menjadi preseden penting. Saat kepercayaan publik pada institusi pemerintah sedang diuji, memilih untuk “turun” dan mengalihkan prioritas agenda internasional ke kebutuhan domestik adalah sebuah manuver politik yang cerdas sekaligus empatik.

Pertanyaannya kini, apakah langkah serupa akan diikuti oleh daerah-daerah lain? (mca/dnv).