INDONESIAONLINE – Kawasan Desa Ranupani Kecamatan Senduro kini sedang mengalami fenomena embun menjadi es (frozen) atau yang dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan embun upas.

Peristiwa embun upas kali ini sangat mengejutkan, pasalnya dalam 2 hari terakhir Desa Ranupani dilanda hujan lokal. Seperti yang diungkap seorang warga yang bernama Sulkan, ia mengaku tidak menyangka embun upas terjadi di saat cuaca tidak menentu seperti sekarang ini.

“Siang ini suhu di tempat kami 10 derajat celcius,” ujarnya saat dihubungi via ponselnya.

Fenomena embun upas ini biasanya terbentuk mulai malam dan siangnya sebagian sudah mencair namun masih ada sisa-sisa embun yang mengkristal.

Terkait dengan cuaca di Lumajang saat ini, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang Joko Sambang mengatakan bahwa Fenomena tersebut sudah biasa terjadi di Ranupane ketika memasuki pergantian musim kemarau.

Baca Juga  Pesta Ikan Pladu di Kali Brantas Ditunda, Warga di Tulungagung Sabar Menanti

Namun ia berharap agar masyarakat yang akan melihat fenomena tersebut untuk waspada karena jalur Senduro ke Ranupani rawan longsor dan pohon tumbang.

Fenomena alam embun upas yang terjadi di Ranupani ini ternyata berdampak pada tanaman kentang warga. Kentang tersebut banyak yang mati karena daun kentang menjadi kering.

Koyo di Ranu Klakah

Suhu dingin yang melanda wilayah Lumajang beberapa hari ini ternyata juga berakibat terganggunya ekosistem di Ranu (danau) Klakah di Desa Tegal Ranud Kecamatan Klakah. Di sini mulai kemarin telah terjadi fenomena Koyo, yaitu sebuah fenomena yang membuat ikan di danau tersebut mabuk hingga mengapung ke permukaan danau. 

Ribuan ikan yang mabuk tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk memanennya. Ikan yang mabuk kebanyakan adalah ikan Mujair, Gurami dan Louhan.  

Baca Juga  Kerugian Rp 100 Juta, Kebakaran Pabrik Gula Jawa Nihil Korban

Tokoh masyarakat setempat yang bernama Dudung mengatakan bahwa fenomena ini sudah biasa terjadi setiap tahunnya. Ini terjadi karena perbedaan suhu atau angin yang mengakibatkan massa air lapisan bawah naik ke atas sambil membawa belerang, sehingga membuat ikan-ikan mabuk.

“Ini saya sedang belanja ikan mujair, lumayan harganya murah kalau terjadi Koyo seperti sekarang ini,” ujar Dudung.

Saat Koyo seperti ini, Ranu Klakah tidak ubahnya seperti pasar ikan dadakan. Warga menjajakan ikan tangkapannya di pinggir jalan sekitar Ranu Klakah. Harganya tentu sangat jauh dengan harga biasanya.

“Kalau yang kecil-kecil harganya antara 15 hingga 17 ribu, tetapi yang besar 20 ribu rupiah,” tuturnya. Diketahui bahwa harga normal ikan Mujair di Ranu Klakah biasanya Rp 38 ribu per kilogramnya.