Surabaya Anti-Flexing: Eri Cahyadi Prioritaskan APBD untuk Rakyat

Surabaya Anti-Flexing: Eri Cahyadi Prioritaskan APBD untuk Rakyat
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan seluruh ASN Kota Surabaya tidak pernha melakukan flexing (jtn/io)

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan larangan “flexing” sudah lama menjadi budaya Pemkot. Prioritaskan APBD untuk entaskan kemiskinan, stunting, dan bangun kampung, bukan perjalanan dinas luar negeri. Simak komitmen dan dampaknya pada penurunan kemiskinan dan pengangguran.

INDONESIAONLINE – Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian yang melarang pejabat publik untuk “flexing” atau pamer kemewahan ternyata bukan hal baru bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa prinsip kesederhanaan dan non-pamer telah lama menjadi landasan budaya kerja di jajaran Pemkot Surabaya, jauh sebelum arahan dari pusat disampaikan.

“Tidak ada lagi pejabat publik di Surabaya yang flexing. Sudah dari dulu modelnya seperti ini, seperti kita-kita ini,” kata Wali Kota Eri dengan lugas di Surabaya.

Sejak awal menjabat, Wali Kota Eri telah menekankan budaya ini, melarang pejabat atau pegawai negeri sipil (ASN) untuk menggelar acara pribadi secara berlebihan. “Kalau hanya untuk teman-teman dan keluarga, silakan. Tapi jangan berlebihan,” tambahnya, menandaskan batasan yang jelas antara kegiatan pribadi dan citra publik.

Anggaran APBD Fokus ke Rakyat, Bukan Wisata Dinas Luar Negeri

Salah satu bukti nyata komitmen Pemkot Surabaya terhadap kesederhanaan dan efisiensi anggaran adalah kebijakan ketat terkait perjalanan dinas luar negeri. Wali Kota Eri secara tegas menyatakan dirinya dan seluruh jajaran ASN Pemkot Surabaya tidak pernah mengalokasikan anggaran daerah untuk perjalanan dinas ke luar negeri sejak ia menjabat.

“Sejak saya menjabat Wali Kota pertama kali sampai hari ini, dan insyaallah sampai berakhir jabatan saya, saya tidak pernah menganggarkan perjalanan ke luar negeri untuk seluruh ASN dan Pemkot Surabaya,” ungkapnya.

Keputusan fundamental ini didasari oleh realitas sosial di lapangan. Menurutnya, selagi masih ada warga miskin dan masalah stunting yang memerlukan perhatian serius, anggaran seharusnya difokuskan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

“Ketika masih ada masyarakat miskin, masih ada yang namanya stunting, maka saya tidak gunakan anggaran itu untuk kepentingan ke luar negeri,” tegasnya, mencerminkan prioritas anggaran yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Komitmen ini bukan sekadar retorika, melainkan telah membuahkan hasil nyata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka kemiskinan di Surabaya pada Maret 2023 berada di angka 2,33%, turun signifikan dari 2,56% pada Maret 2022, dan jauh di bawah rata-rata nasional yang berada di angka 9,36% pada periode yang sama.

Demikian pula dengan prevalensi stunting, data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022 menunjukkan angka stunting di Surabaya mencapai 4,8%, jauh di bawah target nasional 14% di tahun 2024. Penurunan ini mengindikasikan efektivitas alokasi anggaran dan program-program Pemkot yang menyasar langsung akar masalah.

Selain itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Surabaya juga mengalami penurunan. Data BPS per Februari 2023 mencatat TPT Surabaya di angka 5,76%, lebih rendah dari 7,62% pada Februari 2022, menunjukkan keberhasilan upaya Pemkot dalam menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal.

Meski demikian, Wali Kota Eri menyebut bahwa undangan resmi dari pihak luar negeri tetap diapresiasi. Sebagai contoh, saat Surabaya diundang dalam program Bloomberg Mayor Challenge 2025 yang diselenggarakan oleh Bloomberg Philanthropies karena keberhasilan pengelolaan sampah yang mewakili Indonesia, Wali Kota Eri menugaskan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, Dedik Irianto, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Surabaya, Irvan Wahyudrajad, untuk hadir.

Keputusan ini diambil karena seluruh biaya perjalanan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyelenggara, menegaskan prinsip bahwa perjalanan dinas luar negeri hanya dilakukan jika tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Keberhasilan kita menjadi yang terbaik di Indonesia dan mewakili bangsa di tingkat global, masuk dalam kategori 50 kota terbaik di dunia, adalah suatu kebanggaan. Jika nanti kita lolos ke 25 besar, kita akan diundang lagi ke New York. Semoga Surabaya bisa meraih prestasi itu,” terangnya.

Pembangunan dari Kampung, Bukan Hanya Pusat Kota

Di bawah kepemimpinan Wali Kota Eri, APBD Surabaya diprioritaskan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta pembangunan infrastruktur yang merata. Ia menjelaskan bahwa fokus pembangunan infrastruktur di Surabaya dimulai dari perkampungan. Strategi ini diprioritaskan untuk memastikan kemajuan merata, tidak hanya terpusat pada proyek-proyek besar di kota.

“Saya harus bangun kampung dulu. Kampungnya sejahtera, baru bangun kotanya. Tidak dibalik, bangun kotanya dulu, kampungnya tertinggal. Maka saya tidak mau itu,” jelasnya.

Pemkot Surabaya saat ini gencar membangun infrastruktur dasar di perkampungan, seperti perbaikan saluran air dan pemasangan penerangan jalan umum (PJU), agar warga merasakan langsung manfaat dari APBD. Dengan memperkuat infrastruktur di tingkat paling bawah, diharapkan ekonomi akan bergerak merata di seluruh wilayah.

“Kita bangun infrastruktur. Sehingga infrastruktur di perkampungan bisa saling terkoneksi, tidak ada kampung tertinggal, maka ekonomi terus bergerak,” pungkasnya, menegaskan komitmen Pemkot Surabaya untuk mewujudkan kota yang maju dan sejahtera secara inklusif (mbm/dnv).