Beranda

Survei LSI Denny JA: Mayoritas Responden Publik Tak Percaya Ijazah Jokowi Palsu

Survei LSI Denny JA: Mayoritas Responden Publik Tak Percaya Ijazah Jokowi Palsu
Mantan Presiden Joko Widodo (kemeja putih) saat menghadiri reuni Fakultas Kehutanan UGM beberapa waktu lalu. (foto: @jokowi)

INDONESIAONLINE – Sebanyak 74,6 persen publik responden tidak percaya ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) palsu. Hanya 12,2 persen  responden yang percaya ijazah Jokowi palsu.

Hasil tersebut dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA terkait survei tingkat kepercayaan publik terhadap isu ijazah palsu Jokowi.

Survei  nasional itu dilakukan secara tatap muka yang dilaksanakan di semua provinsi pada 28 Mei 2025 sampai 12 Juni 2025 dengan metode multistage random sampling (pengambilan sampel acak bertingkat). Survei menggunakan 1.200 responden, dengan estimasi margin kesalahan alias margin of error sebesar +/- 2,9 persen.

Untuk memperkuat temuan dan analisis, LSI Denny JA juga melakukan riset kualitatif berupa wawancara mendalam (indepth interview), diskusi kelompok terarah (FGD), dan media analisis.

Direktur PT Survei Strategi Indonesia (SIGI) LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan mayoritas masyarakat memilih untuk tidak mempercayai isu ijazah palsu Jokowi dengan tiga alasan utama. Yakni, kekuatan jejak dan logika prosedural, konfirmasi dari lembaga resmi, serta kesadaran publik atas motif politik.

“Responden survei menempatkannya sebagai bagian dari dinamika politik, bukan sebagai fakta yang mengancam legitimasi kepemimpinan nasional,” kata Ardian, Kamis (31 Juli 2025).

Ardian menyebutkan isu ijazah palsu yang dituduhkan kepada Jokowi memang terus bergulir di ruang publik. Isu ini menjadi topik dalam pemberitaan televisi, talkshow, podcast, dan media sosial.

Namun di tengah riuh narasi yang berkembang,  mayoritas masyarakat Indonesia justru menunjukkan sikap yang lebih tenang dan rasional.

Ardian mengungkapkan dalam hasil survei, mereka yang tak percaya dengan isu ijazah palsu Jokowi merata di semua segmen demografi, mulai dari mereka yang berpendidikan rendah hingga kalangan terpelajar. Begitu pula dari masyarakat akar rumput hingga kelompok mapan, di pedesaan maupun perkotaan, dari generasi Z (di bawah 27 tahun) hingga generasi baby boomer (di atas 60 tahun), serta dari semua konstituen partai politik.

Ia membeberkan, setidaknya terdapat tiga alasan relevan mayoritas publik tidak percaya dengan isu tersebut berdasarkan hasil survei. Pertama, kepercayaan publik yang telah terbangun selama lebih dari satu dekade pemerintahan Jokowi menjadi fondasi utama.

Dalam persepsi publik, Jokowi merupakan figur yang naik dari bawah, bukan elite politik tradisional, dan rekam jejaknya sudah teruji mulai dari wali kota, gubernur DKI, hingga dua periode sebagai presiden.

“Dalam kurun waktu itu, proses administratif seperti pencalonan kepala daerah dan presiden tentu melalui tahapan verifikasi yang ketat, termasuk pengecekan dokumen ijazah oleh KPU dan instansi resmi,” ungkap Ardian.

Alasan kedua yakni otoritas lembaga negara dan akademik telah memberikan klarifikasi yang jelas dan resmi. Universitas Gadjah Mada sebagai kampus tempat Jokowi menempuh pendidikan telah menegaskan bahwa Jokowi merupakan alumnus sah mereka.

Disebutkan bahwa kepolisian, melalui Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, juga telah melakukan verifikasi dan menyatakan bahwa ijazah tersebut asli.

Alasan ketiga, lanjut Ardian, publik semakin sadar bahwa isu tersebut memiliki muatan politis yang kuat, terutama setelah Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, maju dan menang sebagai wakil presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Bagi publik, momen munculnya isu ini tidak lepas dari dinamika kekuasaan dan kontestasi elite menjelang periode politik baru,” ucap Ardian.

Sebagaimana diberitakan, isu ijazah Jokowi masih menjadi topik hangat di publik. Awalnya, Roy Suryo cs melaporkan bahwa ijazah Jokowi palsu. Sebaliknya, Jokowi melaporkan kasus tersebut dengan pencemaran nama baik. (rds/hel)

Exit mobile version