INDONESIAONLINE – Adanya perubahan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Jombang dikeluhkan para kepala desa.

Pasalnya, pelunasan PBB menjadi syarat pencairan alokasi dana desa yang setiap tahun diterima oleh pemerintah desa. Apabila PBB tidak lunas tepat waktu sanksinya alokasi dana desa tidak bisa dicairkan ke desa.

Hal inilah yang kemudian dikeluhan 18 kepala desa di Kecamatan Mojoagung, Jombang. Mereka pun akhirnya curhat ke DPRD Jombang terkait kenaikan tarif PBB dan sanksi penundaan anggaran desa.

Melalui Kades Karangwinongan IKhnan, persoalan ini disampaikan kepada Ketua Komisi A DPRD Jombang Andik Basuki Rahmat di ruang paripurna, Kamis (8/5/2023).

“Rapat dengar pendapat ini pertama mengenai pajak daerah terutama PBB yang mengalami kenaikan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (8/5/2023).

Baca Juga  Usai Lantik Adhy Karyono Jadi Sekda, Gubernur Khofifah Langsung Gelar Rakor

Diungkapkan Ikhnan, pagu PBB di wilayahnya naik di tahun ini. Yaitu dari Rp 72 juta menjadi Rp 80 juta. Perubahan itu dipertanyakan oleh para kades di Mojoagung karena tidak sesuai dengan Perda 1/2020 tentang Pajak Daerah.

“Kami sebenarnya juga sudah diskusi dengan Bapenda. Mereka merujuk pada Perda 1/2020 tentang Pajak Daerah. Dimana NJOP di atas Rp 1 miliar dikalikan 0,2 persen. Tapi gimana rinciannya itu masih belum jelas,” ucapnya.

“Kedua, terkait sanksi penundaan pencairan aloasi dana desa yang tentunya akan memberatkan desa,” imbuh Ikhnan.

Ketua Komisi A DPRD Jombang Andik Basuki Rahmat mengatakan, tidak ada kenaikan dalam pemungutan PBB. Hanya saja, dalam Perda no 1/2020 terdapat klausul yang menyebutkan apabila NJOP tanah di bawah Rp 1 miliar akan dikalikan 0,1 persen. Hal itu telah disosialisasikan Bapenda Jombang pada Maret 2023 lalu.

Baca Juga  Disiapkan Anggaran Rp 38 Miliar, 20 Ruas Jalan Kabupaten hingga Desa akan Diperbaiki Tahun Ini 

“Akan tetapi kalau di atas Rp 1 miliar akan dikalikan 0,2 persen. Itu memang terlihat seperti ada kenaikan akan tetapi tidak. Kalau tidak salah Maret Bapenda pernah melakukan sosialisasi terkait PBB atau Perda no 1/2020 tentang Pajak Daerah,” tandasnya.

Namun, Andik tetap menyayangkan kebijakan Bapenda terkait sanksi yang diberikan. Yaitu penundaan pencairan Dana Desa (DD) hingga pelunasan pembayaran PBB dilakukan. Menurutnya, sanksi tersebut akan menimbulkan permasalahan baru di desa.

“Justru nanti bisa menjadi bumerang. Karena apabila pencairan DD terlambat otomatis program desa juga tidak bisa berjalan dengan baik,” pungkasnya (ar/dnv).