INDONESIAONLINE – Perkara presiden dan pejabat bisa berkampanye ternyata sedang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, MK juga sudah minta Presiden Jokowi memberikan informasi terkait permohonan uji materi pasal yang mengatur presiden dan wakil presiden boleh berkampanye dalam pemilu.

Tak hanya itu, MK juga akan memanggil DPR, KPU, dan Bawaslu.

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan presiden dan wakil presiden berhak berkampanye.

Berdasarkan situs resminya, Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang mendengarkan keterangan DPR, Presiden, KPU, dan Bawaslu pada 6 Februari 2024. Sidang digelar di ruang sidang pleno MK pada pukul 10.30 WIB.

Tanggal 06-02-2024 pukul 10.30 WIB Agenda Sidang Mendengarkan keterangan DPR, Presiden, KPU, dan Bawaslu (III), jelas situs resmi MK, dikutip Kamis (25/1).

Berdasarkan keputusan rapat pertimbangan hakim (RPH), perkara 166 dianggap diperiksa dalam sidang pleno.

“RPH (red, rapat pertimbangan hakim) perkara 166 (masuk sidang) diputuskan secara pleno karena ada hal yang perlu didalami,” kata Juru Bicara MK sekaligus Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih kepada CNNIndonesia.com.

Permohonan tersebut diajukan oleh advokat Gugum Ridho Putra pada 27 November 2023 dan terdaftar dengan Nomor Perkara 166/PUU-XXI/2023.

Sebagai pemohon, Koordinator Tim Pembela Peduli Pemilu (TAPP) berharap permasalahan dalam permohonan yang diajukan mendapat perhatian pada sidang pleno berikutnya.

Ya, kami sangat berharap pemerintah dan DPR serius menangani isu nepotisme kampanye pemilu, kata Gugum. CNNIndonesia.comKamis (25/1).

Menurut Gugum, jika permasalahan ini tidak diperbaiki, maka tidak hanya presiden, pejabat lainnya pun akan leluasa menghidupi keluarganya yang ikut pemilu. Kata dia, nepotisme pemilu akan semakin marak jika tidak dicegah.

Baca Juga  Drama Kolosal Pemberontakan PETA Ditunda, Ini Kata Disbudpar Kota Blitar

Selain itu, ia berharap MK dapat mempercepat sidang selanjutnya dan cepat memutus perkara ini. Jika diperbolehkan, Gugum pun berharap keputusan tersebut segera berlaku pada pemilu 2024.

“Kalaupun (pembacaan putusan MK) lolos pada 14 Februari (red, hari pemungutan suara Pilpres 2024) nanti masih ada putaran kedua,” kata Gugum.

Sehingga pada putaran kedua presiden, menteri, dan jabatan lainnya dilarang ikut kampanye anggota keluarganya, lanjutnya.

Gugum justru mengajukan permohonan pengujian materil terhadap sejumlah UU 7/2017, yakni Pasal 1 angka 35, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1). ). dan ayat (2), hingga Pasal 299 ayat (1).

Ia menegaskan dirinya merupakan salah satu pemilih pada pemilu 2024.

Gugum juga menginginkan pemilu dilaksanakan secara langsung, terbuka, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945.

Gugum mengatakan, UU Pemilu memperbolehkan Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota untuk berkampanye.

Kendati demikian, Gugum menilai UU Pemilu tidak memperhitungkan nepotisme dan penyalahgunaan jabatan dalam kampanye.

Sementara itu, kata Gugum, Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jelas melarang pejabat melakukan tindakan nepotisme.

Menurut Gugum, pejabat tidak bisa mendahulukan kepentingan keluarga dan kroni-kroninya di atas kepentingan masyarakat, ras, dan negara.

“Ketika Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota diperbolehkan berkampanye bagi calon legislatif atau pasangan calon yang merupakan anggota keluarga atau mempunyai hubungan suami-istri, maka menurut kami saat itu tidak ada lagi nepotisme,” jelasnya.

Dalam salah satu permohonannya, Gugum meminta Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan Pasal 299 ayat (1) UU 7/2017 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden berhak berkampanye sepanjang tidak terikat hubungan darah atau perkawinan sampai dengan derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan tidak terdapat potensi benturan kepentingan dengan tugas. , wewenang dan hak jabatannya masing-masing.”

Baca Juga  Gibran Puji Ganjar yang Getol Promosikan Produk Lokal

Jadi alasan dimintanya petitum tersebut adalah untuk mencegah Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dan pejabat lainnya melakukan nepotisme dalam kampanye, kata Gugum.

Mahkamah Konstitusi telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara ini pada 21 Desember 2023. Kemudian, sidang pengujian permohonan akan digelar pada 22 Januari 2024.

Jawab pernyataan Jokowi

Gugum juga menyoroti pernyataan Presiden Jokowi bahwa seorang presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu asalkan mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

Pernyataan Pak Jokowi tidak etis dalam menyampaikannya kepada publik. Biasanya presiden dan menteri boleh berkampanye, tapi konteksnya hak politik pribadi presiden atau menteri jika ikut kegiatan pemilu, kata Gugum. .

Apalagi, kata dia, pesan tersebut disampaikan bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga merupakan salah satu kandidat pada pemilu 2024.

Hal ini menimbulkan persepsi masyarakat yang mempertanyakan netralitas presiden dalam pemilu, tambahnya.

Jokowi sebelumnya menyatakan, seorang presiden bisa memihak dan berkampanye dalam pemilu asalkan mengikuti aturan waktu kampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

Ya, tapi yang terpenting jangan menggunakan fasilitas negara saat berkampanye,” jelas Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

Jokowi mengatakan, presiden bukan sekedar pejabat publik. Ia mengatakan, presiden juga berstatus pejabat politik.

Sementara itu, dukungan Jokowi terhadap Pilpres 2024 cukup menyita perhatian publik. Diketahui, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, juga maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

Gibran menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Sedangkan Prabowo saat ini masih menjabat Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi.(red/yak)