The Conjuring Last Rites: Senja Para Pemburu Hantu yang Kehilangan Arah?

The Conjuring Last Rites: Senja Para Pemburu Hantu yang Kehilangan Arah?
Film The Conjuring: LAst Rites siap menyapa pecinta horor (ist)

Ulasan mendalam The Conjuring: Last Rites sebagai penutup saga Warrens. Mengapa film ini dianggap gagal memberikan akhir yang kuat?

INDONESIAONLINE – Awas! Berita ini mengandung spoiler. Di tengah ekspektasi para penggemar horor, The Conjuring: Last Rites akhirnya tiba dan digadang-gadang sebagai pamungkas dari perjalanan panjang Ed dan Lorraine Warren di layar lebar. Namun, alih-alih mengukir epilog yang megah, film ini justru menyisakan gema pertanyaan: apakah ini benar-benar akhir yang layak bagi pasangan demonolog legendaris?

Klaim awal dari berbagai kritikus, termasuk IGN, menandakan sebuah perpisahan yang kurang bertenaga, sebuah senja yang kehilangan sinarnya di tengah jalan.

Artikel Tubuh: Teror yang Terpecah Belah

Berlatar tahun 1986, Last Rites membawa kita ke Pennsylvania, menyelami kisah nyata keluarga Smurl yang diklaim dihantui secara brutal. Teror bermula dari sebuah cermin tua, hadiah tak terduga bagi Heather (Kíla Lord Cassidy), putri sulung keluarga.

Sejak itu, rumah Smurl menjadi panggung bagi rentetan kejadian mengerikan: plafon roboh, penampakan menyeramkan, hingga muntahan darah menjijikkan. Upaya menyingkirkan cermin terkutuk itu, sayangnya, tak sesederhana membalik telapak tangan.

Kursi sutradara kembali ditempati Michael Chaves, sosok yang sebelumnya menggarap “The Curse of La Llorona”, “The Conjuring: The Devil Made Me Do It”, dan “The Nun II”.

Meskipun James Wan, arsitek dua film “The Conjuring” pertama, masih terlibat dalam kredit cerita, bayang-bayang kejeniusannya kerap menjadi beban bagi Chaves. Namun, dalam “Last Rites”, Chaves menunjukkan perkembangan.

Beberapa adegan awal, seperti gangguan yang dialami Janet (Rebecca Calder) di rumah, cukup efektif membangun ketegangan. Bahkan, adegan di ruang bawah tanah rumah Smurl disebut-sebut sebagai salah satu momen paling mencekam, berkat permainan bayangan dan atmosfer gelap yang berhasil merangkul rasa ngeri.

Absennya Pahlawan: Ketika Warrens Menepi

Pertanyaan besar pun muncul: di mana Ed dan Lorraine Warren di tengah badai teror ini? Ironisnya, pasangan ikonik ini cukup lama absen dari narasi utama. Setelah prolog singkat yang terjadi dengan cermin misterius, penonton harus bersabar lebih dari satu jam sebelum Warrens benar-benar bersua dengan keluarga Smurl.

Alasan balik absennya mereka cukup pribadi. Ed digambarkan tengah memulihkan diri dari masalah jantung, sementara Lorraine disibukkan oleh putrinya, Judy (Mia Tomlinson), yang mulai mewarisi kemampuan supranatural sang ibu.

Kisah Judy sendiri, terutama adegan menegangkan di ruang ganti penuh cermin, menawarkan intrik tersendiri. Namun, harapan penonton tetap teringat pada Warrens, menantikan aksi mereka, bukan sekadar menyaksikan Ed bermain pingpong dengan Tony (Ben Hardy) menyanyikan lagu David Bowie.

Daya Tarik yang Terpecah dan Akhir yang Hambar

Patrick Wilson dan Vera Farmiga, sebagai Ed dan Lorraine, tetap menjadi jangkar film ini. Chemistry mereka yang tak lekang oleh waktu masih menjadi daya tarik utama, sebuah oase di tengah narasi yang terasa terpecah.

Sayangnya, “Last Rites” dianggap kehilangan fokus, terlalu lama memisahkan dua alur cerita: penderitaan keluarga Smurl dan dinamika keluarga Warren.

Ketika kedua alur akhirnya ditemukan, energi cerita sudah terlanjur menguap. Beberapa adegan ikonik, seperti kemunculan Annabelle, memang masih mampu memuaskan dahaga penggemar lama, namun tak cukup kuat untuk menyelamatkan keseluruhan film. Karakter Heather, yang di awal tampak sentral, perlahan kehilangan relevansinya dan nyaris tenggelam di babak akhir.

Sebagai penutup saga “The Conjuring”, “Last Rites” dipromosikan sebagai kasus monumental yang akan menjelaskan mengapa ini menjadi akhir perjalanan Warrens. Namun, seperti yang dilansir IGN, hasil akhirnya jauh dari ekspektasi. Film ini terasa seperti kehilangan arah, seolah penonton disuguhi dua film berbeda yang menyatu di bagian akhir.

Bagi para penggemar setia Patrick Wilson dan Vera Farmiga, chemistry mereka tetap menjadi alasan kuat untuk menyaksikan film ini. Namun, jika dibandingkan dengan dua film awal garapan James Wan yang berhasil mengukir standar horor modern, “The Conjuring: Last Rites” diklaim kurang menggigit sebagai penutup waralaba horor sebesar ini.

Ia meninggalkan gema yang tak terjawab, sebuah akhir yang mungkin tidak menimbulkan konflik dan se-memorable yang diharapkan, tirai seolah panggung ditutup terlalu cepat, meninggalkan penonton dengan rasa hambar dan pertanyaan tentang apa yang seharusnya bisa terjadi (bn/dnv)