INDONESIAONLINE – GEMA Keadilan Jawa Timur (Jatim) dengan tegas menolak kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Karena kebijakan yang belum lama dikeluarkan itu dinilai sangat memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

Ketua Gema Keadilan Jatim, Ahmad Fuad Rahman mengungkapkan, kebijakan menaikkan harga BBM sangatlah kurang tepat di tengah pemulihan ekonomi. Di mana masyarakat masih berjuang melawan kesulitan secara ekonomi pasca pandemi.

“Dengan tegas kami menolak adanya kenaikan BBM bersubsidi,” kata Fuad melalui keterangan tertulis yang diterima INDONESIAONLINE, Kamis (8/9/2022).

Anggota DPRD Kota Malang Fraksi PKS itu menyebut, situasi ekonomi Indonesia yang saat ini masih sangat terpuruk akibat buruknya tata kelola keuangan negara dan ditambah oleh Pandemi Covid-19 dua tahun terakhir. Hal itu membuat berbagai sendi perekonomian Indonesia terpukul.

“Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi berimbas pada meningkatnya indeks kemiskinan di Indonesia,” tegasnya.

Di Jawa Timur sendiri, lanjutnya, dalam data BPS per-September 2021 disebutkan jika jumlah penduduk miskin adalah sebesar 4,259 juta orang dengan acuan garis kemiskinan dengan pendapatan sebesar Rp 445.139,-/kapita/ bulan dengan rata-rata rumah tangga miskin di Jawa Timur memiliki 4,14 orang anggota rumah tangga.

Baca Juga  Harga BBM Non-Subsidi Turun Per 1 Januari 2024, Ini Harga Pertamax

Sehingga besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah dengan pendapatan sebesar Rp 1.842.875,-/rumah tangga miskin/bulan. Mereka yang berpendapatan rendah tersebut antara lain terdiri dari kalangan petani, nelayan, buruh, tenaga honorer, usaha mikro, dan sektor informal.

Kenaikan Harga (BBM) yang di berlakukan oleh Pemerintah itu menurutnya berefek domino terhadap komoditi ekonomi lainnya. Kenaikan harga komoditi tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya biaya produksi dan/atau distribusi.

“Hal ini dapat memicu inflasi dan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia serta berisiko mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat,” tambah Fuad.

Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Sehingga disimpulkan, kenaikan harga BBM sangat memberatkan bagi kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah.

Lebih jauh ia mengungkapkan jika Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM yang dicanangkan oleh Pemerintah sebesar Rp. 600.000, dan akan diberikan dalam 2 tahap kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 16 juta pekerja sebagai bentuk kompensasi atas naiknya harga BBM sangat timpang dengan kondisi yang ada.

Baca Juga  Graha Bangunan Hadirkan Keramik Berukuran Mini, Bikin Cantik Lantai dan Dinding Rumah

Karena anggaran yang dialokasikan dari dana sebesar Rp 12,4 triliun dari total penambahan dana bansos sebesar Rp.24,17 triliun itu tak sebanding dengan dampak buruk yang harus ditanggung masyarakat.

Di Jawa Timur sendiri, Pemerintah akan memberikan BLT kepada 1,7 juta keluarga penerima manfaat. Hal ini tentu sangat timpang mengingat dampak buruk yang diberikan atas kenaikan BBM lebih besar daripada manfaat BLT yang diberikan oleh Pemerintah.

Selain itu, pemberian BLT terkesan tendensius dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan utama yang disampaikan oleh Pemerintah berkaitan dengan tidak meratanya subsidi BBM.

“Apalagi data BLT penerima bansos masih karut marut dan berpotensi tidak tepat sasaran,” tegas Politisi PKS itu.