Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang menggelar kuliah pakar GRC menyoroti risiko siber, kegagalan fintech, dan tata kelola ESG di era VUCA. Simak ulasan lengkapnya
INDONESIAONLINE – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang merespons tingginya ketidakpastian ekonomi global dengan memperkuat kurikulum tata kelola melalui Expert Guest Lecture di Gedung Ir. Soekarno, Kamis (20/11/2025). Forum ini secara spesifik membedah implementasi Governance, Risk, and Compliance (GRC) di tengah ancaman siber dan tuntutan keberlanjutan (sustainability).
Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang menghadirkan praktisi perbankan senior, Iwan Dharmawan, untuk menjembatani kesenjangan antara teori akademik dan realitas industri yang kini didominasi oleh volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas (VUCA).
Soroti Kegagalan Fintech dan Celah Kesejahteraan
Dalam paparannya, Iwan Dharmawan mengungkap anomali dalam industri teknologi finansial (fintech). Berdasarkan pengamatannya selama tiga dekade di perbankan multinasional, ia menegaskan bahwa gelombang kegagalan perusahaan digital sering kali bukan disebabkan oleh ketertinggalan teknologi, melainkan rapuhnya kesejahteraan internal yang berdampak pada tata kelola.
“GRC harus bertransformasi dari sekadar kepatuhan aturan menjadi pendorong nilai (value driver). Banyak kegagalan startup bukan karena marketing, tapi fondasi internal yang keropos,” ujar Iwan di hadapan sivitas akademika.
Pernyataan ini relevan dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga akhir 2024, OJK tercatat telah menghentikan ribuan entitas pinjaman online ilegal dan memperketat aturan permodalan bagi fintech P2P lending, yang mengindikasikan bahwa masalah governance masih menjadi isu krusial di sektor keuangan nasional.
Ancaman Siber dan Risiko Pihak Ketiga
Diskusi semakin tajam saat menyoroti risiko non-finansial. Iwan memaparkan tiga ancaman utama yang kini menjadi prioritas GRC global: serangan siber (cyber attack), risiko pihak ketiga (third-party risk), dan kompleksitas regulasi seperti UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) serta kriteria ESG (Environmental, Social, and Governance).
“Serangan siber menuntut kolaborasi lintas lembaga. Risiko pembobolan data kini sering muncul dari celah vendor atau pihak ketiga, bukan hanya dari sistem inti perbankan,” jelasnya.
Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memperkuat urgensi ini. Sepanjang tahun-tahun terakhir, Indonesia konsisten mencatat ratusan juta anomali lalu lintas siber setiap tahunnya, dengan sektor keuangan dan pendidikan menjadi salah satu target utama. Hal ini menuntut UIN Maliki untuk mencetak lulusan yang tidak hanya paham ekonomi, tetapi juga melek mitigasi risiko digital.
Integrasi Nilai Inklusif dan Global
Wakil Rektor I UIN Maliki Malang, Drs. H. Basri, MA, Ph.D., menekankan bahwa penguasaan GRC di kampusnya tidak boleh lepas dari nilai rahmatan lil alamin. Sebagai institusi yang kini menempati peringkat atas dalam Islamic higher education dunia, UIN Maliki berkomitmen menerapkan tata kelola yang inklusif.
“Profesionalisme lulusan UIN Maliki Malang harus berlandaskan nilai inklusif. Tata kelola global yang kami terapkan memastikan bahwa kompetensi teknis tidak terlepas dari kepekaan sosial,” tegas Basri.
Senada dengan itu, Dekan Fakultas Ekonomi, Dr. H. Misbahul Munir, Lc. M.EI., menyebut forum ini sebagai langkah strategis agar mahasiswa adaptif terhadap risiko kecerdasan buatan (AI).
“Ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah ruang vital agar dosen dan mahasiswa mendapatkan insight dunia riil secara profesional,” pungkasnya.
Diskusi ini menyimpulkan bahwa GRC kini bukan lagi sekadar divisi kepatuhan pasca-krisis 1998, melainkan pola pikir terintegrasi yang wajib dimiliki setiap profesional untuk bertahan di tengah laju digitalisasi dan kompleksitas geopolitik.













