INDONESIAONLINE – Wali Kota Malang Wahyu Hidayat berencana menerbitkan surat edaran (SE) bersama untuk mengatur penggunaan sound system/sound horeg di wilayahnya. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut atas surat edaran bersama yang telah berlaku di Jawa Timur, bernomor 300.1/6902/1209.51/2025, SE/1/VIII/2025, dan SE/10/VIII/2025.
Surat edaran tersebut ditandatangani oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto, serta Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin. Isinya memuat sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi, mulai dari lokasi penggunaan hingga kapasitas suara yang diizinkan, dengan tujuan menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat.
“Sebetulnya tidak berat, hanya ada aturan-aturan yang memang harus dipatuhi,” kata Wahyu. Ia menegaskan, pengaturan mencakup tempat penggunaan, tingkat kebisingan, serta larangan adanya kegiatan pendukung yang berpotensi mengganggu ketertiban, seperti kostum seronok atau konsumsi minuman keras.
Sebelumnya, Wahyu juga menyoroti potensi munculnya pertunjukan yang berlebihan. Misalnya tarian tertentu, dalam acara yang menggunakan sound system berkapasitas besar.
Ia menyampaikan akan membahas kemungkinan penerbitan SE bersama tingkat kota bersama forkopimda, yang melibatkan kapolresta Malang Kota dan dandim Kota Malang.
Sebelumnya, Gubernur Khofifah menjelaskan, SE bersama tingkat provinsi merupakan sinergi tiga pilar dalam menata penggunaan pengeras suara di Jawa Timur. Aturan ini disusun secara komprehensif agar pelaksanaan kegiatan masyarakat tetap mematuhi norma agama, kesusilaan, dan hukum.
Dalam SE tersebut, tingkat kebisingan dibedakan untuk penggunaan sound system statis dan non-statis. Untuk kegiatan statis seperti acara kenegaraan, konser musik, atau seni budaya di ruang terbuka maupun tertutup, batas maksimal adalah 120 dBA. Sedangkan untuk kegiatan non-statis seperti karnaval, unjuk rasa, atau penyampaian pendapat di muka umum, batasnya adalah 85 dBA.
Selain itu, kendaraan pembawa sound system wajib lolos uji kelayakan (kir). Pengguna juga diwajibkan mematikan pengeras suara ketika melintas di tempat ibadah saat ibadah berlangsung, rumah sakit, sekolah saat kegiatan belajar, atau ketika ada ambulans yang membawa pasien.
SE ini juga mengatur larangan penggunaan sound system untuk acara yang melanggar norma agama dan hukum, termasuk peredaran minuman keras, narkotika, pornografi, pornoaksi, membawa senjata tajam, atau barang terlarang lainnya.
Setiap penyelenggara acara yang menggunakan sound system wajib mengurus izin keramaian dari kepolisian, melampirkan surat pernyataan kesanggupan bertanggung jawab jika terjadi kerugian materi, kerusakan fasilitas umum, atau korban jiwa. Bila terjadi pelanggaran seperti narkoba, miras, aksi anarkis, atau tawuran, aparat berwenang dapat menghentikan kegiatan dan menindak penyelenggara sesuai hukum yang berlaku. (rw/hel)