INDONESIAONLINE – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang masih terus menyoroti penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Malang. Sebab, akibat wabah tersebut, ribuan ternak di Kabupaten Malang banyak yang mati dan dipotong paksa.
Hal tersebut juga membuat mayoritas masyarakat di wilayah Malang Barat yang meliputi Kecamatan Pujon, Ngantang dan Kasembon harus gigit jari. Karena sapi perah yang menjadi andalan dari hasil susunya, mati akibat terpapar PMK.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang, Sodiqul Amin mengatakan, saat ini masyarakat di wilayah Malang Barat telah banyak yang merugi karena sapinya mati. Selain itu, koperasi yang menjadi unit kerja pengumpul dan pengolah susu sapi, juga banyak yang merugi.
Karena menanggung biaya operasional yang tak diprediksi. Seperti pengobatan yang cukup besar, dan tetap membeli susu hasil perah yang tak dapat diolah atau diproduksi.
“Saat ini dampak ekonomi yang sedang kita kalkulasi. Karena nanti dampak ekonomi itu akan terlihat di bulan Agustus dan September,” ujar Amin.
Menurutnya, pada Agustus dan September mendatang akan kembali terjadi penurunan. Baik dari populasi ataupun dari produktivitas susu sapi. Sebab, dari pantauannya, penyebaran wabah PMK masih terjadi cukup luar biasa.
“Andaikan ada pemulihan sapi yang sakit, produktivitasnya sudah tidak 100 persen, maksimal hanya 70 persen. Hal itu bisa terlihat dari ternak yang bulan Mei Juni lalu belum terpapar, saat ini sudah terpapar. Itu kondisinya saat ini,” terang politisi Partai NasDem ini.
Dirinya berpendapat bahwa jika dampak ekonomi yang saat ini terjadi tidak segera tertangani secara lebih serius, yang dikhawatirkan adalah kemungkinan munculnya dampak sosial. Sebab, dimungkinkan akan banyak pengangguran yang muncul.
“Orang itu, kalau sudah kesulitan mencari hidup dan memutar ekonominya, kan jadi banyak pengangguran. Apalagi wilayah Malang Barat ini sebagian besar adalah peternak, bisa jadi banyak pengangguran. Berpotensi, juga ada kriminalitas,” terang Amin.
Dengan kondisi tersebut, dirinya menyayangkan jika hingga saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang belum mengucurkan anggaran untuk penanganan PMK. Terutama pada alokasi belanja tak terduga (BTT) seperti yang sudah direncanakan dan beberapa kali menjadi bahasan.
“Kalau masih berproses itu sudah sejak sebulan yang lalu. Justru saya berterima kasih ke pemdes untuk mengeksekusi anggarannya untuk membantu peternak,” jelas Amin.
Dirinya berharap agar ada keseriusan dari Pemkab Malang terkait kondisi mewabahnya PMK, terlebih di wilayah Malang Barat. Bentuk keseriusan tersebut dengan hadir langsung pada masyarakat yang dinilai terdampak.
“Hadirnya bukan hanya secara personal ada. Tapi harus ada sebuah komitmen, seperti apa, karena di Kabupaten itu juga ada anggaran, ini yang kita maksud ada keseriusan untuk kepedulian dalam penanganan yang kongkret. Belanjakan untuk obat, nutrisi, yang selama ini peternak belanja mandiri. Jadi gak mampu masyarakat berjalan sendiri. Harus ada support dari pemerintah kabupaten. Kalau pemerintah pusat kan, sudah ada vaksin,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan PMK Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto memperkirakan bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang akan didistribusikan pada pekan depan. Bantuan tersebut berasal dari alokasi belanja tak terduga yang memang dianggarkan untuk penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Menurut Didik, kurang lebih sudah ada anggaran sebesar Rp 2 Milyar hingga Rp 3 Milyar yang telah disiapkan dan saat ini masih terus berproses. Hal itu juga menyusul terbitnya Inmendagri 32 tahun 2022 atas perubahan dari Inmendagri 31 tahun 2022.
Anggaran tersebut akan dirupakan ke dalam bentuk obat-obatan, vitamin, nutrisi bagi ternak dan juga kelengkapan petugas atau peternak yang masih aktif beraktifitas di dalam kandang.
“Jadi walhasil, alhamdulillah saat ini sedang proses pembelajaran. Yang mungkin dalam minggu ini sudah bisa langsung didistribusikan. Yang khusus dari (Pemerintah) daerah lho ya,” ujar Didik, yang juga Wakil Bupati (Wabup) Malang ini.