INDONESIAONLINE – Kafe Pustaka, tempat ngopi sekaligus berdiskusi yang berada di dalam kampus Universitas Negeri Malang (UM), resmi undur diri pada Senin (5/8/2024).
Pamitnya Kafe Pustaka pun diiringi dengan kebanggaan karena telah menuntaskan tugasnya sebagai salah satu kafe penggerak literasi di Malang Raya.
Seremoni pamitan Kafe Pustaka juga diisi dengan berbagai poster kegiatan literasi yang pernah diadakan di kafe tersebut. Berjalan melihat poster-poster itu serasa dibawa masuk ke lorong waktu sejak kafe tersebut berdiri pada Mei 2015 hingga saat ini.
Poster momen perpisahan dan kenangan dari pelanggan setia pun turut dipajang dalam pameran tersebut. Hal ini menandakan kafe pustaka bukanlah tempat nongkrong biasa, namun menjadi tempat yang berarti bagi para pelanggan setianya.
Kafe Pustaka sendiri terakhir melayani pembeli pada Rabu, 31 Juli 2024. Sementara Senin, 5 Agustus 2024, hanyalah seremoni pamitan Kafe Pustaka bersama para komunitas penggerak literasi dan pelanggan setianya.
David Ardianto sebagai pengelola Kafe Pustaka menuturkan bahwa alasan penutupan kafe karena kontrak sudah habis. Lantas, pihak UM berencana melakukan renovasi.
“Bangunannya mau direnovasi. Jadi apa, saya ngga tahu. Ini adalah acara pamitan dengan tagar #KafePustakaPamit dengan judul kita buka dengan suka cita, kami pamit dengan bangga,” ungkap David, sapaanya.
Pengelola Kafe Pustaka David Ardianto. (Foto: istimewa)
David menegaskan sejak dalam gagasan hingga dalam operasionalnya selama 9 tahun ini, Kafe Pustaka bukanlah sebuah kantin, melainkan sebuah kafe akademik. Kafe ini memiliki visi dan misi membangun komunitas epistemik dan lingkungan literasi yang nyaman dan membahagiakan dengan slogan ‘Sembari Ngopi Membangun Literasi’.
Kafe Pustaka merupakan ruang intelektual publik yang tidak memandang bendera, suku, ras, agama, komunitas, tingkat pendidikan, dan asal dari kampus mana. Pelanggannya tidak terpaku pada UM saja, namun UIN, UB, UMM, dan lainnya sering mengadakan acara di kafe ini. Hal ini tercermin dalam ragam tema dan audience yang terlihat dalam poster-poster yang dipamerkan.
Pada pameran kali ini, ada lebih dari 200 poster kegiatan yang pernah dilaksanakan di Kafe Pustaka dengan berbagai komunitas kelompok-kelompok pegiat literasi, UKM, dan lembaga-lembaga lainnya.
David juga berbagi cerita tentang seorang mahasiswa S2 yang hingga semester 6 belum menyelesaikan tesisnya. Ia pun menyediakan meja khusus di sudut Kafe Pustaka hingga mahasiswa tersebut akhirnya berhasil menyelesaikan S2-nya. Kursi tersebut dikenal dengan kursi jomblo.
“Itu adalah salah satu cerita kecil bentuk kepedulian kami dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, agar lebih produktif dan kreatif dalam berkarya,” jelas David.
Sementara itu, penggagas Kafe Pustaka Prof Dr Djoko Saryono MPd mengungkapkan bahwa Kafe Pustaka telah menyelesaikan tugasnya di kampus ini. Sejak berdiri, kafe ini memang didesain tidak untuk mencari keuntungan material, tetapi keuntungan imaterial.
“Kafe Pustaka saya kira sudah berhasil menunaikan tugasnya. Paling tidak, tidak banyak orang menjadi, tidak hanya pintar, tetapi juga menjadi pintar berkeluarga, karena banyak juga yang mendapat jodoh di sini, yang selamat pendidikannya di sini, menjadi profesor di sini, dan sebagainya. Saya kira itu manfaat yang luar biasa,” jelas guru besar Sastra Indonesia UM tersebut.
Penggagas Kafe Pustaka Prof Dr Djoko Saryono MPd. (Foto: istimewa)
Djoko menjelaskan bahwa Kafe Pustaka didesain sejak awal sebagai tempat untuk memberikan oase kebebasan, tidak bisa dijual dan digadaikan hanya demi keuntungan material.
Di tengah-tengah masyarakat yang sangat memuja keuntungan material, maka Kafe Pustaka mencoba menarik keuntungan-keuntungan imaterial yang sangat banyak.
“Saya kira pertemuan itulah yang tidak terjadi, tidak sesuai. Karena itulah, Kafe Pustaka pamit pada sore hari ini,” jelasnya.
Djoko menambahkan bahwa Kafe Pustaka sukses bila tetap memberi kenangan, memberikan satu impian yang tetap terus hidup.
“Kafe Pustaka tetap kuat dan harus kuat. Orang kuat tidak boleh sambat. Kafe Pustaka yang kuat tidak boleh mengeluh, tetapi harus bermental kuat dan gagah,” tegasnya.
“Saya kira kafe pustaka sudah berbesar hati, ngalah, ngaleh, ngamuk. Ngamuknya adalah mungkun suatu saat kita akan bertemu lagi di luar kampus ini, dalam suasana yang lebih bagus, di tengah-tengah hiruk pikuk kapitalisme yang begitu kejam, adaptasi itu memang sangat perih dan pedih. Dan kafe pustaka mengalami perih dan pedihnya adaptasi itu,” tambah Djoko.
Adaptasi yang dilakukan Kafe Pustaka untuk menghadapi kapitalisme bukanlah dengan cara tetap bertahan di tempat yang sama. Tapi, kata Djoko, Kafe Pustaka menghadapinya dengan cara ngalih dan ngamuk membuat kegiatan yang lebih baik.
“Kita berdoa bersama-sama, para pejuang literasi, para pengelola kafe pustaka ini tidak bermental cemen, tapi tetap bermental kuat, gagah yang ditandai dengan misuh dan mengumpat,” pungkas Djoko.
Di akhir acara, David juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika UM. Termasuk kepada semua komunitas penggerak literasi, pelanggan setia, dan semua yang pernah bersentuhan dan berjumpa di Kafe Pustaka.
“Dulu Kafe Pustaka kita buka dengan penuh rasa sukacita dan hari ini kami pamit dengan penuh rasa bangga. Visi misi Kafe Pustaka telah dijalankan dengan bahagia oleh kami dan kawan-kawan semua,” ucapnya.
“Akhir kata, biarlah daun yang gugur menjadi pupuk dan kekuatan bagi bakal daun yang baru untuk bersemi kembali,” pungkas David. (bin/hel)