SMAN 8 Malang Terancam Direlokasi, Wali Kota Wahyu Siap Audiensi: Saya Alumni

SMAN 8 Malang Terancam Direlokasi, Wali Kota Wahyu Siap Audiensi: Saya Alumni
Wali Kota Malang Wahyu Hidayat siap beraudiensi dengan kedua pihak soal nasib SMAN 8 Malang. (foto: doc)

INDONESIAONLINE – Wali Kota Malang Wahyu Hidayat bakal turun tangan terkait polemik relokasi  SMA Negeri 8 Malang. Wahyu mengaku akan mencoba melakukan audiensi dengan kedua belah pihak.

Wahyu Hidayat akan turun tangan bukan hanya sebagai wali kota Malang. Tetapi. dia juga merupakan alumnus SMAN 8 Malang atau yang dikenal Smarihasta.

Mendengar adanya informasi relokasi tersebut, Wahyu merasa sedih.  “Apalagi SMAN 8 ini kan dulu sekolah saya juga. Maka saya akan coba audiensi dengan UM karena saya juga mau tahu ceritanya seperti apa,” kata Wahyu, Senin (17/3/2025).

Menurut Wahyu, membangun sekolah tidak mudah dan membutuhkan biaya besar. Apalagi saat ini sedang masa efisiensi anggaran, sehingga pembangunan infrastruktur juga dikurangi.

“Saya akan mencoba komunikasi kalau memang dirasa diperlukan segera. Bisa jadi nanti akan kami tukar dengan lahan milik Pemkot Malang,” kata Wahyu.

Dijelaskan Wahyu, segala permasalahan tentunya akan ada solusi. Sehingga ia berharap permasalahan ini akan dapat terselesaikan.  “Akan ada alternatifnya. Mudah-mudahan ketemu mana yang positif dan negatifnya. Nggak ada hal yang nggak bisa dibicarakan,” tegas Wahyu.

Diberitakan sebelumnya, muncul sebuah petisi yang digagas oleh M.S. Manggalanny untuk melindungi SMAN 8 Malang dari ancaman relokasi kini telah mendapatkan perhatian luas.

Dimulai pada 14 Maret 2025, petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 2.000 orang, mencerminkan kekhawatiran masyarakat dan alumni terkait keputusan Universitas Negeri Malang (UM) yang tidak memperpanjang perjanjian pinjam pakai lahan tempat sekolah tersebut berdiri.

SMAN 8 Malang, yang didirikan pada 20 Februari 1973, bukan sekadar sekolah biasa. Dengan sejarah panjangnya, Smarihasta telah melahirkan banyak generasi pemimpin yang berkontribusi besar baik di tingkat nasional maupun internasional.

Sebagai bagian dari sejarah pendidikan Kota Malang, relokasi sekolah ini dianggap sebagai langkah yang merusak ikatan sejarah tersebut. Seiring dengan waktu, sekolah ini telah menjadi salah satu ikon pendidikan terkemuka di wilayah Malang dan sekitarnya, dengan prestasi luar biasa yang turut mengharumkan nama kota.

Namun, ancaman terhadap keberlanjutan sekolah ini datang dari keputusan Universitas Negeri Malang yang tidak akan memperpanjang hak pakai lahan yang sudah digunakan lebih dari lima dekade oleh Smarihasta. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sekolah yang telah menjadi bagian dari identitas Kota Malang ini akan terpaksa berpindah tanpa kepastian terkait lokasi baru yang akan menjamin kualitas pendidikan.

M.S. Manggalanny, dalam petisinya, menekankan bahwa jika relokasi terpaksa dilakukan, dampaknya tidak hanya akan merugikan status sekolah, tetapi juga hak pendidikan civitas akademika yang selama ini mengandalkan kualitas pendidikan di SMA Negeri 8 Malang. Keputusan tersebut dianggap kurang bijaksana, mengingat kota Malang masih kekurangan kapasitas dan fasilitas pendidikan menengah yang berkualitas.

“Apabila pemerintah memiliki anggaran dan lahan baru, maka sumber daya tersebut akan lebih bermanfaat digunakan untuk menambah kapasitas dan membangun sekolah menengah baru, bukan untuk memaksakan relokasi sekolah yang sudah ada dan tidak ada urgensi untuk dipindahkan,” tulis Manggalanny dalam petisi tersebut.

Petisi ini tidak hanya direspons oleh masyarakat umum, tetapi juga oleh alumni yang merasakan dampak langsung dari pendidikan yang diberikan SMAN 8 Malang. Salah satunya adalah Putra Adikara, seorang alumni yang menandatangani petisi tersebut.

“Sayang sekali kalau harus pindah. Ortu saya dulu guru saat masih SMA PPSP dan kemudian jadi dosen UM. SMA 8 sudah menjadi ikon tersendiri sebagai salah satu SMA terbaik di sekitar Veteran dan dekat dengan UB. Lokasinya strategis dan mendukung prestasi sekolah. Kalau dipindah, belum tentu tetap bagus seperti sekarang,” ujarnya.

Komentar serupa datang dari Alfa Bonata, alumni lainnya, yang menegaskan bahwa pemindahan sekolah ini akan merusak ikon budaya dan sejarah yang telah terbangun selama puluhan tahun.

Bambang Sutrisno, juga seorang alumni, menyatakan keinginannya agar sejarah SMA Negeri 8 Malang tetap terjaga. “Saya ingin sejarah bersambung dan tidak disalahgunakan,” katanya.

Hingga saat ini, jumlah tanda tangan dalam petisi ini terus bertambah. Warga dan alumni berharap agar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Rektor Universitas Negeri Malang Prof Dr Hariyono MPd, serta Menteri Pendidikan Tinggi Riset Sains dan Teknologi Prof Brian Yuliarto PhD dapat memberikan solusi bijaksana yang memungkinkan SMA Negeri 8 Malang tetap bertahan di lokasi asalnya, melanjutkan perannya sebagai salah satu lembaga pendidikan terbaik di Indonesia.

“Kami berharap bisa terus melihat sekolah ini tetap berdiri kokoh melanjutkan sejarah dan misi mencerdaskan kehidupan bangsa di tempat asalnya. SMA Negeri 8 Malang d/h PPSP telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan nasional antara lain menjadi salah satu referensi penting bagi setiap penyusunan kurikulum selama 4 dekade, mulai dari kurikulum CBSA hingga kurikulum Merdeka yang terbaru,” tulis Manggalanny dalam petisi. (hs/hel)