JATIMTIMES – Istilah familiar di masa lalu yang saat ini semakin tak dikenal generasi muda di Tulungagung adalah uwot. Kata uwot atau jembatan bambu masih digunakan oleh generasi 80 an ke bawah untuk menyebut jalan pintas di atas sungai atau parit ini.

Di Tulungagung sendiri, uwot juga sulit ditemui seiring kemajuan zaman. Pasalnya, pembangunan yang semakin pesat, uwot digantikan dengan jembatan berbahan semen atau besi baja.

Sementara jembatan kayu atau jembatan bambu sudah jarang ada saat ini. Sudarmanto (57) tokoh masyarakat di Boyolangu mengatakan, uwot di jaman dulu menjadi penghubung yang penting dan vital.

“Sama seperti jembatan saat ini, uwot digunakan orang dahulu menyeberang sungai atau tebing satu ke tebing lain jika itu pegunungan,” kata Sudar, Minggu (12/12/2021).

Baca Juga  Besok Bandara Dhoho Kediri Beroperasi, Citilink Pertama Mendarat

Zaman daerah Tulungagung masih menjadi penghasil buah kelapa, Sudar masih ingat orang tuanya selalu melewati uwot saat membawa kelapa dengan pikulan.

“Dulu kan mikul, jika harus mutar jauh mencari jembatan Belanda (tinggalan) bisa habis tenaga. Makanya di depan rumah yang ada lintasan sungai, selalu dibikin uwot,” jelasnya.

Resiko jembatan bambu di masa lalu selain lapuk, disebutkan Sudar jika banjir uwot sering hilang terbawa arus.

“Jika banjir bandang, dan menjadi langganan di Tulungagung saat itu uwot ini bisa hilang terbawa arus,” ungkapnya.

Meski sesekali masih bisa ditemui, uwot di Tulungagung bukan lagi sebagai jalur orang nguwot, namun terkadang menjadi perlintasan kendaraan di saat jembatan mengalami kerusakan atau sedang dibangun.

Baca Juga  Naik Hingga 83 Persen, Tutup Tahun 2022 Penumpang Bandara Juanda Capai 10 Juta Orang

“Jika dikatakan uwot, anak muda tidak semua paham. Biasanya disebut jalan alternatif saja, bukan jalan yang vital seperti di saat saya kecil hingga remaja masa itu,” pungkasnya.



Anang Basso