INDONESIAONLINE – Musim kemarau mengakibatkan 17 embung di Kabupaten Jombang mengering. Mengeringnya belasan embung itu berdampak kepada suplai air untuk mengairi lahan persawahan seluas 1.300 hektare di Kota Santri.

Kekeringan itu salah satunya terjadi pada Embung Brumbung di Desa Mangunan, Kecamatan Kabuh. Embung yang dibuat puluhan tahun itu saat ini kondisi debit airnya mulai habis.

Di dalam embung hanya terlihat sebagian titik saja yang menyisahkan air seperti kubangan. Sedangkan sebagian besar di dalam embung sudah mengering dan kondisi dasar embung sudah terlihat seluruhnya. Bahkan tanah dasar embung terlihat pecah, menandakan begitu keringnya embung tersebut.

Kaur Perencanaan Desa Mangunan Witono (56) mengatakan, Embung Brumbung sudah mulai mengering sejak awal  Agustus ini. Menurut dia, kondisi Embung Brumbung akan mengering hingga bulan Oktober 2023.

Baca Juga  Sederet Fakta Hilangnya Dosen UII Usai Berkegiatan di Oslo, Norwegia 

“Kalau musim kemarau embung tidak bisa difungsikan. Kering ini mulai bulan 8, 9 hingga bulan 11 nanti tidak ada airnya,” ujarnya saat diwawancarai wartawan di lokasi embung, Selasa (15/08/2023).

Witono menyebut, air di Embung Brumbung ini biasa digunakan warga di Desa Mangunan dan Kedungjati untuk mengairi lahan persawahan. Embung ini sedikitnya bisa mencukupi kebutuhan air untuk 40 hektare lahan persawahan di 2 desa tersebut.

“Untungnya musim kemarau ini warga menanam tembakau, jadi gak butuh air banyak. Pengairannya cukup dari sumur,” ungkapnya.

Mengeringnya embung tidak hanya terjadi pada Embung Brumbung. Menurut keterangan Kabid SDA PUPR Jombang Sultoni, ada 17 embung di Kota Santri yang mulai mengering pada musim kemarau tahun ini.

“Di wilayah utara (Kali) Brantas ada 14 embung dan selatan Brantas ada 3 embung. Kondisi saat ini secara umum sangat berkurang debit airnya,” terangnya.

Baca Juga  Geram, Warga di Desa Sumberagung Ini Tutup Setengah Jalan dengan Tumpukan Batu Bata

Sultoni mengatakan, 17 embung tersebut difungsikan untuk memenuhi kebutuhan air 1.300 hektare lahan persawahan. Meliputi wilayah Kecamatan Kudu, Ngusikan, Kabuh dan Plandaan.

“Secara keseluruhan embung itu berfungsi untuk keperluan irigasi, untuk melayani kebutuhan pertanian. Kalau dihitung, sekitar 1.300 hektare,” ucapnya.

Namun, mengeringnya embung tersebut tidak memengaruhi aktivitas pertanian. Sebab, warga memilih tembakau untuk ditanam saat kemarau tiba. Karena itu, para petani tidak membutuhkan banyak air dari embung.

“Lahan di sekitar sudah menyesuaikan (saat musim kemarau, red). Jadi, petani sudah tidak lagi menanam padi tapi mereka mulai menanam tembakau. Sehingga tidak membutuhkan banyak air,” pungkasnya. (ar/hel)