BI Checking Jelek Bikin Nggak Diterima Kerja, Kok Bisa?

INDONESIAONLINE – BI Checking tengah menjadi salah satu trending topic Twitter, Selasa (22/8/2023) pagi. Apalagi, ada pengakuan warganet yang tidak lolos kerja gara-gara hal ini.

Berawal dari utas milik akun Twitter Cincin. Dia menulis bahwa ada lima orang calon karyawan yang tertolak lamaran kerjanya karena BI Checking.

“Gilaaa, 5 orang freshgrad daftar di kantor tmptku kerja, kelimanya gak ada yang lolos karena BI Checking Kol 5, uwaww,” terangnya.

Cincin menuliskan bahwa skor kolektibilitas kredit para pelamar kerja itu di skor 5. Artinya, mereka tercatat memiliki riwayat kredit macet atau menunggak cicilan lebih dari 180 hari.

Dia menyebut bahwa pemeriksaan kredit ini penting karena perusahaan tempat Cincin bekerja bergerak di sektor keuangan.

“Biasanya kalo gak ada catatan sama sekali juga agak ribet sih kak, yang enak itu yang pernah minjem dan catatannya KOL 1 (lancar) justru itu gampang acc nya biasanya,” tambahnya.

Baca Juga  Pabrikan Eropa, MG Motor Incar Pasar Generasi Milenial di Jatim

Unggahan ini pun menuai komentar warganet. Ada yang mendukung, tetapi ada pula yang tidak setuju BI Checking menjadi syarat mencari kerja.

“Kalau semua instansi perusahaan nerapin gini repot juga ya. Kasian yang suka pinjol,” komentar akun Cinta Losep.

“Niat hati cari kerja buat nutup pinjol, tapi ga lolos karena pinjol itu sendiri,” cuit akun Bilurrasa.

Apa itu BI Checking?

Melansir dari rilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI, BI Checking sendiri merupakan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis atau riwayat perbankan debitur. Ada skor kolektibilitas yang mencatat lancar atau macetnya pembayaran kredit.

BI Checking dulunya adalah salah satu layanan informasi riwayat kredit dalam Sistem Informasi Debitur (SID). Antar-bank dan Lembaga keuangan saling bertukar informasi kredit nasabah tersebut.

Baca Juga  Punya Potensi dan Keuntungan Besar Membangunan Ekonomi Global, G20 Terus Kembangkan Blue, Green, dan Circular Economy

Dalam SID, informasi yang dipertukarkan antara lain identitas debitur agunan, pemilik dan pengurus badan usaha yang jadi debitur. Selain itu juga jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, hingga kredit macet.

Adapun, setiap bank dan lembaga keuangan yang terdaftar dalam Biro Informasi Kredit (BIK) bisa mengakses seluruh informasi di SID, termasuk BI Checking. Anggota BIK memberikan data-data nasabah ini ke BI. BI lantas mengumpulkan dan mengintegrasikan dalam sistem SID.

SID kini sudah berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK. Latar belakang pergantian nama ini dikarenakan fungsi pengawasan perbankan sudah tidak lagi berada di bawah BI melainkan diberikan kepada OJK.